- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Imam Ja’far ash-Shadiq: Guru Para Sufi

Google Search Widget

Imam Ja’far ash-Shadiq dikenal sebagai salah satu masyayikh (guru sufi) terkemuka dalam tarekat Naqsyabandiyah setelah Imam Al-Qasim bin Muhammad, serta dalam tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah dan Syathariyah setelah Imam Muhammad al-Baqir. Silsilah tarekat Syathariyah diturunkan dari Imam Ja’far ash-Shadiq kepada Abu Yazid al-Busthami, dan selanjutnya kepada Muhammad al-Maghribi. Sedangkan untuk tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, silsilahnya diturunkan kepada Imam Musa al-Kazhim. Kedua tarekat ini merupakan cabang dari tarekat Imam Ali yang berasal dari jalan Imam Husein bin Ali.

Abul Hasan Ali al-Hujwiri, penulis Kasyful Mahjub, menyebut Imam Ja’far ash-Shadiq sebagai sosok yang terkenal di kalangan sufi karena kedalaman ajarannya mengenai kebenaran spiritual. Beliau juga dikenal sebagai penulis buku-buku yang membahas sufisme. Dalam sebuah riwayat, Imam Ja’far ash-Shadiq pernah berkata, “Siapa pun yang mengetahui Allah, maka dia berpaling dari semua yang selain-Nya.” Hal ini menunjukkan bahwa orang yang arif akan terputus dari urusan duniawi dan menyatu dengan ilahi.

Imam Ja’far ash-Shadiq dilahirkan pada tahun 80 H (697 M) dan memiliki hubungan keluarga yang erat dengan Imam Ali melalui jalur ayah, serta dengan Sayyiduna Abu Bakar ash-Shiddiq melalui jalur ibu. Ibunya, Ummu Farwah, adalah keturunan dari Abu Bakar ash-Shiddiq. Hal ini menjadikan Imam Ja’far ash-Shadiq sebagai cucu dari Al-Qasim bin Muhammad. Dalam hal keilmuan, beliau mengambil ilmu dari banyak tabi’in, termasuk kakeknya, ayahnya, dan sejumlah tokoh lainnya.

Beliau memiliki banyak murid yang terkenal di bidang hadits, fiqih, dan tarekat. Di antara muridnya yang paling dikenal adalah Imam Musa al-Kazhim dan Abu Yazid al-Busthami. Banyak pakar jarah-ta’dil dan sufi mengakui integritas dan keilmuan Imam Ja’far ash-Shadiq. Imam Syafi’i dan Yahya bin Ma’in menyebut beliau sebagai tsiqatun, menunjukkan kepercayaan tinggi terhadap kejujuran dan keilmuan beliau.

Imam Ja’far ash-Shadiq juga dikenal memiliki banyak karamat. Salah satu kisah yang terkenal adalah saat beliau berdoa dan segera mendapatkan apa yang diminta. Dalam perkataannya, beliau mengajarkan pentingnya menjaga niat dan amal, serta mengingatkan bahwa kebodohan adalah musibah terbesar. Beliau juga menekankan pentingnya istighfar dan menjauhkan diri dari keburukan.

Imam Ja’far ash-Shadiq wafat di Madinah pada tahun 148 H (765 M), meninggalkan banyak murid dan pengikut yang menyebar di berbagai wilayah. Tarekat yang beliau ajarkan terus diteruskan oleh murid-muridnya, termasuk Abu Yazid dan Imam Musa al-Kazhim. Beliau memiliki 13 anak laki-laki dan 7 anak perempuan, di antara mereka yang memiliki keturunan hingga saat ini adalah Muhammad al-Al-Akbar, Ishaq, Musa al-Kazhim, dan Ali al-Uraidhi. Warisan keilmuan dan spiritual Imam Ja’far ash-Shadiq tetap hidup dalam tradisi tarekat hingga saat ini.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 13

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?