Orang-orang lemah adalah mereka yang tidak memiliki daya atau kekuatan yang memadai untuk menghadapi berbagai kesulitan hidup. Kesulitan ini sering kali terkait dengan kondisi sosial-ekonomi atau kesehatan yang buruk, seperti yang dialami oleh para fakir miskin, anak-anak terlantar, orang-orang sakit yang tidak kunjung sembuh, kaum difabel, dan para korban bencana yang kehilangan harta benda serta mengalami gangguan fisik atau mental. Mereka yang menjadi korban kekerasan oleh individu, kelompok, atau sistem politik dan budaya yang menindas juga termasuk dalam kategori ini. Kehidupan mereka dipenuhi penderitaan, dan mereka memerlukan perhatian serta bantuan dari masyarakat agar beban hidup mereka dapat diringankan.
Islam sangat memperhatikan nasib kaum lemah dan mendorong umatnya untuk membantu mereka. Dalam kitab Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah, Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad menekankan pentingnya menghibur hati mereka yang menderita, membantu kaum lemah dan fakir miskin, serta memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan. Dalam hadits, disebutkan bahwa pahala memberi pinjaman lebih besar dibandingkan dengan sedekah, yaitu delapan kali lipat, karena pinjaman hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar memerlukannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bersikap terhadap kaum lemah. Pertama, kita tidak sepatutnya tinggal diam terhadap mereka yang hidup dalam kesengsaraan, termasuk para janda miskin dan anak-anak terlantar. Bantuan berupa uang, makanan, atau perlindungan seperti tempat tinggal sangat dibutuhkan untuk mengurangi penderitaan mereka. Anak-anak terlantar yang masih berusia sekolah juga perlu mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan secara gratis atau melalui beasiswa. Jika kita tidak dapat memberikan bantuan secara langsung, kita bisa menyampaikan bantuan melalui lembaga-lembaga kredibel yang peduli terhadap masalah ini.
Kedua, kita harus menghindari tindakan yang dapat menambah penderitaan orang-orang lemah. Mem-bully, menyakiti, menzalimi, atau mengeksploitasi mereka sangat dilarang dalam agama. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman agar kita tidak berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim dan tidak menghardik orang yang meminta-minta. Dua ayat ini menegaskan larangan untuk menindas mereka yang sudah menderita, baik secara fisik, psikis, maupun sosial-ekonomi. Rasulullah (SAW) juga menjanjikan penghargaan tinggi bagi siapa saja yang membela dan melindungi orang-orang lemah, terutama anak-anak yatim.
Ketiga, ketika orang-orang miskin yang terdesak kebutuhan ingin meminjam kepada kita, kita sebaiknya memberikan pinjaman sesuai dengan kebutuhan mereka. Memberikan pinjaman memiliki pahala yang lebih besar dibandingkan dengan sedekah. Dalam hadits, Rasulullah (SAW) menyampaikan bahwa sedekah dilipatgandakan sepuluh kali, sementara pinjaman dilipatgandakan menjadi delapan belas kali. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi kebutuhan orang yang meminjam lebih bermanfaat dibandingkan memberikan sedekah yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin sering menghadapi situasi di mana seseorang meminta pinjaman. Memberikan pinjaman sesuai dengan kebutuhan mereka lebih bermanfaat dan pahalanya lebih besar dibandingkan dengan memberikan sedekah yang tidak memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, sikap yang dianjurkan terhadap kaum lemah adalah penuh kasih sayang, membela, menyantuni, dan melindungi mereka. Sikap sebaliknya adalah kezaliman yang sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.