Sayyidina Ali ibn Abi Thalib (Karramallahu Wajhah), yang dikenal dengan julukan Abu Turab, pernah menyampaikan sebuah maqalah yang mengandung makna mendalam: “Jadilah kamu di sisi Allah sebagai sebaik-baik manusia, sementara itu jadilah kamu di lihat dari sisi jiwa sebagai seburuk-buruk individu manusia! Jadilah kamu di sisi masyarakat sebagai seorang yang mempersatukan mereka.” Maqalah ini tercantum dalam dua kitab, yaitu Kitab Nashaihul ’Ibad dan Kasyful Khafa’ wa Muzilul Ilbas ‘Amma Isytahara minal Ahaditsi ala Alsinatin Nas.
Syekh Nawawi Banten, dalam penjelasannya, menekankan pentingnya sikap rendah hati. Ia mengutip Syekh Abdul Qadir Al-Jailany yang menyatakan bahwa setiap kali kita bertemu dengan orang lain, kita harus meyakini bahwa mereka lebih baik dari diri kita. Misalnya, ketika bertemu anak kecil, kita harus mengingat bahwa mereka belum melakukan maksiat, sedangkan kita sudah banyak berbuat salah. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu merendahkan hati dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.
Lebih lanjut, Syekh Nawawi juga menjelaskan bahwa Allah SWT tidak menyukai hamba-Nya yang mengistimewakan diri dari orang lain. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabary, Rasulullah SAW menunjukkan ketawadhuan dengan mengatakan bahwa ia tidak ingin terlihat istimewa di antara sahabat-sahabatnya. Ini menegaskan bahwa sikap tawadhu dan merendahkan diri adalah bagian dari akhlak yang harus dimiliki setiap Muslim.
Pentingnya nilai-nilai ketawadhuan ini harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu harus berusaha untuk membina jiwa rendah hati, tidak sombong, dan selalu berupaya untuk mempersatukan masyarakat. Dalam konteks ini, kita diingatkan bahwa kita tidak pernah tahu bagaimana akhir hidup kita, apakah dalam keadaan baik (husnul khatimah) atau buruk (suul khatimah). Oleh karena itu, sikap rendah hati dan tawadhu harus menjadi bagian integral dari kepribadian kita.