- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Larangan Memotong Pembicaraan Orang Lain

Google Search Widget

Dalam berkomunikasi, penting untuk memahami kapan kita harus berbicara dan kapan kita harus mendengarkan. Salah satu adab dalam berbicara adalah tidak memotong pembicaraan orang lain tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Hal ini dijelaskan oleh Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya, Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah. Ia menekankan bahwa kita harus mendengarkan orang lain dan tidak menghentikan pembicaraan mereka kecuali jika ucapan tersebut mengandung hal-hal yang mendatangkan murka Allah, seperti ghibah (menggunjing).

Setiap individu memiliki hak untuk didengarkan, dan memotong pembicaraan mereka tanpa alasan yang sah adalah tindakan yang tidak etis. Menggunjing, yang dilarang dalam ajaran Islam, diumpamakan sebagai memakan bangkai saudaranya sendiri, sebagaimana diungkapkan dalam Surat al-Hujurat, ayat 12.

Namun, memotong pembicaraan bisa diperbolehkan jika kita telah meminta izin sebelumnya. Misalnya, seorang murid yang ingin menyela pembicaraan guru untuk bertanya, dapat melakukannya setelah meminta maaf dan mendapatkan izin.

Selanjutnya, kita juga tidak seharusnya menghentikan pembicaraan seseorang hanya karena kita sudah mengetahui informasi yang mereka sampaikan. Misalnya, jika seseorang menceritakan tentang Masjid Istiqlal di Jakarta dan kita sudah pernah berkunjung, sebaiknya kita tetap mendengarkan. Tindakan menghentikan pembicaraan dapat membuat orang tersebut merasa malu atau tersinggung. Rasulullah (SAW) bersabda bahwa jika kita meminta orang untuk diam saat mereka sedang berbicara, kita justru mencela diri kita sendiri.

Ketika seseorang bercerita tentang suatu peristiwa yang tidak sepenuhnya akurat, kita tidak perlu menyangkalnya secara langsung, terutama jika hal tersebut tidak bersifat prinsipil. Misalnya, jika seseorang menyebutkan waktu kecelakaan lalu lintas yang sedikit berbeda dari yang kita ketahui, kita bisa toleransi selama pernyataan tersebut tidak menyangkut hal yang penting, seperti ajaran agama.

Namun, jika ada yang menyampaikan informasi yang berkaitan dengan agama secara keliru, kita berkewajiban untuk meluruskan dengan baik dan bijaksana. Misalnya, jika seseorang mengatakan bahwa shalat Shubuh dilakukan dengan satu rakaat, kita harus menjelaskan bahwa shalat tersebut terdiri dari dua rakaat.

Dalam konteks hoaks, jika seseorang menyebarkan informasi yang jelas tidak benar dan berpotensi merusak kerukunan, kita harus menegaskan bahwa informasi tersebut adalah hoaks dan meminta mereka untuk tidak menyebarkannya.

Ketiga poin tersebut merupakan adab berbicara yang perlu diterapkan dalam komunikasi. Intinya, dalam berinteraksi dengan orang lain, kita harus bijak dalam berbicara dan mendengarkan, serta tidak memotong pembicaraan orang lain kecuali dalam situasi yang dibenarkan secara syar’i.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?