Keterbatasan fisik, seperti yang dialami oleh orang sakit dan kalangan disabilitas, tidak menghalangi mereka untuk beribadah. Jalan menuju Allah (SWT) terbuka untuk semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial atau kondisi fisik. Kasih sayang Allah (SWT) tetap ada, bahkan dalam ujian dan cobaan yang dihadapi oleh hamba-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Hikam.
Sebuah pernyataan dalam Al-Hikam menyebutkan, “Siapa saja yang mengira kelembutan kasih Allah terpisah dari takdir-Nya, maka itu terjadi karena keterbatasan pandangannya.” Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang Allah (SWT) tidak menjauh dari takdir, meskipun seseorang mengalami disabilitas atau cobaan hidup lainnya. Dalam hadits kudsi, Allah (SWT) menyatakan bahwa cobaan hidup adalah cara bagi hamba-Nya untuk mendekat kepada-Nya.
Mereka yang mengalami sakit atau disabilitas mungkin memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas ibadah secara fisik. Namun, mereka tetap memiliki kesempatan untuk beribadah secara batin, yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan ibadah lahiriah. Dalam konteks ini, amal batin seperti sabar, ridha, zuhud, tawakal, dan rasa senang berjumpa dengan Allah (SWT) menjadi sangat penting.
Amal batin memiliki banyak keutamaan, termasuk penghapusan dosa dan peningkatan derajat di sisi Allah (SWT). Hal ini sering kali sulit dicapai melalui ibadah lahiriah. Sebuah penjelasan dari Syekh As-Syarqawi menyebutkan bahwa dari ujian muncul penghapusan dosa dan berbagai kelembutan kasih ilahi lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa penjelasan ini tidak menganjurkan untuk mengurangi atau meninggalkan ibadah lahiriah. Sebaliknya, informasi ini bertujuan untuk memberikan alternatif bagi mereka yang mengalami sakit dan disabilitas, sehingga mereka tetap dapat menjalankan ibadah dengan cara yang sesuai dengan kondisi mereka. Wallahu a‘lam.