Ujub dan dengki sering kali muncul dalam hati kita. Rasa bangga ketika menerima anugerah dari Allah (SWT) sering kali berujung pada kesombongan, di mana kita lupa bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian-Nya. Di sisi lain, rasa tidak senang ketika orang lain mendapatkan nikmat juga merupakan bentuk penyakit hati yang harus kita jauhi.

Kedua sifat ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang profesi. Dalam dunia bisnis, seseorang mungkin merasa bangga dengan penghasilannya, menganggap semua itu hasil kerja kerasnya sendiri. Namun, ketika melihat orang lain yang lebih sukses, rasa iri dan dengki pun muncul.

Tidak hanya dalam dunia bisnis, sifat ujub dan dengki juga dapat menyerang mereka yang sedang menuntut ilmu. Rasa iri sering kali muncul ketika melihat teman yang lebih cerdas, sementara ujub dapat timbul ketika seseorang merasa memiliki bakat dan kepintaran yang lebih. Hal ini dapat menumbuhkan sifat takabbur dalam diri.

Imam an-Nawawi dalam kitabnya, at-Tibyân fî Adâb Hamalati al-Qur`an, mengingatkan para penuntut ilmu untuk menjauhi kedua sifat ini. Beliau menyatakan bahwa kita tidak seharusnya merasa iri terhadap orang lain atas anugerah yang diberikan Allah (SWT) dan tidak sepatutnya merasa bangga atas apa yang kita capai.

Untuk mengatasi rasa ujub, Imam an-Nawawi memberikan nasihat agar kita mengingat bahwa segala pencapaian yang kita raih bukanlah semata-mata hasil usaha kita, melainkan anugerah dari Allah (SWT). Kita tidak seharusnya berbangga atas sesuatu yang bukan hasil ciptaan kita, melainkan sepatutnya bersyukur atas karunia-Nya.

Sedangkan untuk mengatasi rasa dengki, kita perlu menyadari bahwa segala hikmah dan ketentuan Allah (SWT) adalah yang terbaik. Kita tidak sepatutnya menolak atau membenci ketentuan-Nya. Dengan memahami hal ini, kita dapat mencegah masuknya sifat dengki dan ujub ke dalam hati kita.

Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Allah (SWT) dari segala penyakit hati yang dapat merugikan kita, baik di dunia maupun di akhirat.