Allah telah menetapkan jalan hidup hamba-Nya dalam dua kategori. Pertama, ada mereka yang ditugaskan untuk beribadah secara fisik kepada-Nya, seperti melaksanakan shalat, zikir, puasa, sedekah, dan berbagai bentuk ibadah lainnya dengan intensitas tinggi. Kedua, terdapat orang-orang yang ditakdirkan untuk mencintai dan merindukan-Nya, yang diungkapkan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam kutipannya: “Sekelompok orang ditempatkan Allah untuk khidmah kepada-Nya, dan sekelompok lainnya ditempatkan untuk mencintai-Nya. Kepada masing-masing, baik ini maupun itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu, dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi” (Surat Al-Isra ayat 20).
Kedua kelompok ini menerima anugerah dari Allah. Kelompok pertama, yang biasanya diwakili oleh kalangan syariat, berfokus pada ibadah fisik, sementara kelompok kedua, yang kadang tidak terlihat secara langsung, diwakili oleh kalangan hakikat. Allah memberikan inayat kepada mereka sehingga mereka menjadi hamba yang terhormat di sisi-Nya. Kita tidak boleh meremehkan salah satu dari keduanya, sebagaimana dinyatakan oleh Syekh Syarqawi bahwa keduanya memiliki peran dalam melayani Allah, meskipun cara pelayanannya berbeda: satu dengan fisik dan yang lainnya dengan batin.
Syekh Ahmad Zarruq menjelaskan lebih lanjut mengenai siapa yang dipilih untuk khidmah dan siapa yang ditugaskan untuk mencintai-Nya. Dia mengemukakan bahwa mereka yang dipilih untuk khidmah terdiri dari tiga golongan: ahli ibadah, ahli zuhud, dan hamba yang taat. Sementara itu, mereka yang dipilih untuk mencintai-Nya juga terdiri dari tiga golongan: pecinta (muhibbin), ahli makrifat (arifin), dan mereka yang telah sampai di hadirat-Nya (washilin). Semua golongan ini berada dalam lingkaran inayat Allah dan mendapat pertolongan dari-Nya.
Perbedaan antara kedua kelompok ini jelas terlihat, di mana mereka yang mencintai-Nya memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang berkhidmah. Namun, mereka yang belum layak mencapai maqam makrifat tetap ditugaskan untuk beribadah dengan intensitas tinggi sebagai bentuk penempaan diri. Meskipun derajat keduanya berbeda, kita tidak boleh meremehkan salah satu dari keduanya, karena semuanya merupakan orang pilihan Allah.
Syekh Ibnu Ajibah menegaskan bahwa perbedaan derajat di sisi Allah bukanlah alasan untuk merendahkan salah satu kelompok. Hikmah di balik penempatan hamba-hamba Allah dalam dua kategori ini adalah untuk mengajarkan kita agar tidak meremehkan salah satu dari keduanya. Amanat dari Surat Al-Isra ayat 20-21 sering kali terlupakan, di mana kita cenderung mengagungkan satu kelompok dan meremehkan yang lainnya. Ini adalah kesalahan yang perlu kita hindari.