Setiap individu memiliki keinginan yang ingin diwujudkan, baik itu keinginan positif maupun negatif. Namun, tidak semua keinginan dapat terwujud tanpa memenuhi syarat tertentu, di mana hukum kausalitas berperan. Ada pula keinginan yang terwujud tanpa tergantung pada syarat apapun, meskipun hal itu tidak bertentangan dengan takdir Allah SWT. Dalam konteks ini, terdapat sebuah hikmah yang menyatakan bahwa “kemauan keras tidak dapat menerobos pagar takdir.”
Kemauan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Pertama, kemauan yang hanya sebatas hasrat tanpa diiringi usaha dan hasil nyata. Fenomena ini sering kita temui dalam masyarakat, di mana banyak orang menginginkan hal baik, seperti menghadiri majelis taklim, namun tidak melakukan upaya nyata untuk mewujudkannya. Kedua, kemauan yang kuat disertai usaha nyata, meskipun hasilnya tidak selalu berhasil. Ini terlihat pada berbagai profesi, seperti pegawai, petani, nelayan, dan pengusaha. Ketiga, kemauan yang kuat tanpa upaya, namun tetap menghasilkan hasil. Jenis kemauan ini jarang ditemui dan biasanya dimiliki oleh para rasul dan wali Allah, serta mereka yang memiliki kemampuan khusus.
Kemauan keras, atau himmah, dapat dibedakan menjadi dua kategori: kemauan untuk tujuan baik, seperti mencari ridha Allah dan kemakrifatan, serta kemauan untuk tujuan buruk, seperti kesenangan duniawi. Namun, terlepas dari seberapa kuat kemauan tersebut, keputusan dan takdir Allah tetap mengaturnya. Para rasul dan wali Allah, ketika keinginan mereka tidak terwujud, tetap menjaga adab dan sikap yang baik.
Dalam hal ini, kita perlu memahami bahwa meskipun semua terjadi berdasarkan kehendak Allah, hukum kausalitas dan hukum alam tetap berlaku sebagai ketetapan-Nya. Dalam berinteraksi dengan Allah, kita harus sejalan dengan perintah-Nya dan memperhatikan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan. Kita diperintahkan untuk berusaha dalam setiap aspek kehidupan, seperti mencari makanan saat lapar, obat saat sakit, dan menjaga kesehatan, sambil tetap meyakini bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak Allah.
Dengan demikian, kita diajarkan untuk menjalani kehidupan secara wajar dan sesuai dengan fitrah manusia, tidak hanya bergantung pada takdir tetapi juga berusaha untuk mewujudkan keinginan baik dengan cara yang benar.