Dalam perjalanan hidup, tidak jarang manusia menyembah Allah (SWT) dengan harapan mendapatkan imbalan atau keselamatan dari berbagai bencana, baik di dunia maupun di akhirat. Namun, seharusnya tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk menyembah-Nya tanpa ada embel-embel apapun. Syekh Ibnu Athaillah menekankan bahwa mereka yang menyembah Allah dengan motivasi tertentu belum sepenuhnya memahami perintah-Nya yang tercermin dalam sifat-sifat-Nya.
Dalam salah satu hikmahnya, Syekh Ibnu Athaillah menyatakan: “Siapa saja yang menyembah Allah karena sebuah harapan atau penolakan atas sebuah siksa melalui ibadahnya, maka ia belum menunaikan kewajiban sifat-sifat-Nya.” Hal ini ditekankan oleh Syekh Syarqawi, yang menjelaskan bahwa ibadah yang didasari oleh harapan akan pahala atau penolakan azab menunjukkan bahwa seseorang lebih mementingkan kepentingan pribadi (nafsu) daripada menyempurnakan ibadahnya dengan keikhlasan kepada Allah (SWT).
Lebih lanjut, Syekh Syarqawi menjelaskan bahwa orang yang beribadah semata-mata karena kebesaran dan keagungan Allah (SWT) adalah mereka yang benar-benar memenuhi hak-hak dari sifat-sifat-Nya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah (SAW) mengingatkan agar umatnya tidak berperilaku seperti budak yang hanya bekerja karena takut akan siksaan atau seperti buruh yang hanya mau bekerja jika ada imbalan.
Pesan yang harus diingat adalah agar umat tidak menjadi hamba atau buruh yang buruk, yang hanya digerakkan oleh rasa takut atau harapan imbalan. Buruknya perilaku tersebut juga mencakup mereka yang berpura-pura beribadah atau menggunakan simbol-simbol religius untuk kepentingan duniawi. Wallahu a’lam.