- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Iman dalam Islam: Pertanyaan tentang Pertambahan dan Pengurangan

Google Search Widget

Pembahasan mengenai iman sangat penting dalam Islam, karena iman berkaitan erat dengan pembenaran (tashdiq). Pembenaran ini muncul setelah seseorang meyakini apa yang ada di hadapannya. Tanpa keimanan, keislaman seseorang dapat dipertanyakan. Tidak mungkin seseorang menyatakan dirinya berislam sambil mengingkari adanya Allah, tidak percaya kepada Nabi Muhammad (SAW), malaikat, kitab suci, hari Akhir, dan takdir. Ketika seseorang mengaku beriman kepada Allah, itu berarti ia meyakini dengan pasti bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Begitu pula, beriman kepada nabi dan rasul berarti yakin bahwa mereka adalah utusan Allah.

Dalam perjalanan hidup, setiap individu pasti menghadapi ujian dan cobaan. Kadang-kadang, ujian tersebut membuat seseorang merasa down dan berasumsi bahwa imannya sedang berkurang. Di lain waktu, saat beribadah kepada Allah, ia merasa imannya sedang meningkat. Apakah asumsi ini benar? Bahwa iman bisa bertambah dan juga berkurang dalam diri seseorang. Imam Ibrahim Al-Laqqani dalam kitab Jauharatut Tauhid menjelaskan hal ini melalui dua bait yang terkenal.

Dalam penjelasannya, Syeikh Nuh Ali Salman Al-Qudhah menyatakan bahwa ada empat kelompok ulama terkait pendapat tentang pertambahan dan pengurangan iman. Pertama, jumhur ulama Asya’irah berpendapat bahwa iman dapat bertambah dengan bertambahnya ketaatan dan berkurang dengan berkurangnya ketaatan, seperti terjerumus dalam kemaksiatan. Dari kelompok ini muncul ungkapan yang dikenal, “Al-Iman yazid wa yanqush,” yang berarti iman bisa bertambah dan juga berkurang.

Kedua, Abu Hanifah berpendapat bahwa iman tidak dapat bertambah dan juga tidak bisa berkurang. Ketiga, sebagian ulama berpendapat bahwa iman bisa bertambah tetapi tidak bisa berkurang. Keempat, khilaf terkait iman hanya sebatas khilaf lafzhi, yaitu perbedaan dalam segi lafal, sementara substansinya tetap sama.

Syeikh Nuh menjelaskan bahwa pendapat pertama, yang menyatakan iman dapat bertambah dan berkurang, berpegang pada surat Al-Anfal ayat 2, yang menyatakan bahwa mendengarkan ayat-ayat Allah dapat menambah keimanan seseorang. Ini juga diperkuat oleh surat Al-Fath ayat 3 yang menyatakan bahwa keimanan dapat bertambah di atas keimanan yang telah ada. Ayat-ayat tersebut menjadi dalil bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.

Di sisi lain, kelompok kedua berpendapat bahwa iman bersifat stagnan, tidak bertambah dan tidak berkurang. Mereka berargumen bahwa iman tidak mungkin bertambah atau berkurang karena manusia kadang membenarkan dan kadang tidak. Dalam pandangan mereka, ayat-ayat yang digunakan sebagai argumen oleh kelompok pertama tidak menunjukkan bahwa iman dapat bertambah atau berkurang.

Kelompok ketiga berpendapat bahwa iman dapat bertambah tetapi tidak dapat berkurang, dengan alasan bahwa komponen iman terdiri dari qaul (perkataan), amal, dan i’tiqad (keyakinan). Sementara kelompok keempat, yang dipelopori oleh Fakhruddin Ar-Razi, menganggap bahwa perbedaan pendapat tersebut hanya berkaitan dengan lafaz, sedangkan substansi iman tetap sama.

Syeikh Nuh lebih mengunggulkan pendapat yang menyatakan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Ia memberikan analogi bahwa iman dapat diumpamakan sebagai tanaman kecil yang jika disiram dengan ketaatan akan tumbuh dan berbuah, sedangkan jika dibiarkan tanpa perhatian, akan melemah dan bahkan mati. Amal saleh berfungsi sebagai air yang menyuburkan iman.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iman seseorang, selain para nabi dan malaikat, sangat mungkin untuk bertambah dan berkurang. Pertambahan iman disebabkan oleh ketaatan, sedangkan pengurangan iman bisa terjadi akibat kemaksiatan. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?