- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Sifat Baqa: Kajian Perenialitas dan Kekekalan Tuhan

Google Search Widget

Dalam diskusi mengenai sifat baqa, para ulama tauhid membahas tentang perenialitas atau keabadian Allah (SWT). Baqa didefinisikan sebagai ketiadaan akhir dalam eksistensi Tuhan. Beberapa ulama Melayu menggunakan istilah “kekal” sebagai terjemahan dari baqa, sedangkan lawan katanya adalah fana. Allah (SWT) tidak mungkin memiliki sifat fana, yang berarti mengalami kehancuran, kebinasaan, atau kematian.

Syekh Nawawi Banten dalam kitab Syarah Nurudh Dhalam mengutip Surat Ar-Rahman ayat 27 yang menyatakan, “Dan tetap kekal zat Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.” Ini menunjukkan bahwa baqa merujuk pada ketiadaan akhir atas eksistensi Allah (SWT). Syekh An-Nahrawi juga membahas pengertian baqa, menegaskan bahwa Allah (SWT) bersifat kekal, yang berarti wujud-Nya tidak memiliki akhir.

Argumentasi mengenai perenialitas Allah (SWT) juga dibangun melalui pengandaian yang mengaitkan sifat baqa dengan sifat qidam. Jika Allah (SWT) mungkin mengalami kefanaan, maka wujud-Nya tidak akan bersifat qidam. Setiap benda yang mungkin mengalami kefanaan adalah hadits atau baru, yang tidak dapat bersifat qidam. Oleh karena itu, jika Allah (SWT) tidak bersifat kekal, maka eksistensi-Nya tidak dapat dianggap qidam, yang bertentangan dengan sifat-Nya yang telah disepakati.

Argumentasi sifat baqa bagi Allah (SWT) menunjukkan bahwa jika ada potensi kefanaan pada-Nya, maka mustahil bagi-Nya untuk bersifat qidam. Sifat qidam dan baqa saling terkait, dan banyak ulama berpendapat bahwa dalil sifat baqa adalah dalil dari sifat qidam itu sendiri.

Sifat baqa dan sifat qidam juga dapat dikategorikan sebagai sifat salbiyah, yang menegasikan segala sesuatu yang tidak layak bagi kebesaran Allah (SWT). Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa keduanya termasuk dalam sifat nafsiyyah, yang menunjukkan wujud perenial baik di masa lalu maupun masa depan.

Sebagian ulama lainnya menggolongkan sifat qidam dan baqa sebagai sifat yang berdiri pada zat, mirip dengan sifat ma’ani, seperti sifat ilmu dan qudrah. Pendapat yang lebih umum menyatakan bahwa sifat qidam dan baqa termasuk dalam kategori sifat salbiyah, yang menegasikan makna yang tidak layak bagi Allah (SWT).

Dengan demikian, kajian mengenai sifat baqa tidak dapat dipisahkan dari sifat qidam, dan keduanya menjelaskan tentang keabadian dan kekekalan Allah (SWT). Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?