- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ilmu Kalam dan Perkembangannya dalam Sejarah Islam

Google Search Widget

Ilmu Kalam merupakan disiplin yang membahas keabsahan keyakinan dalam Islam berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan akal sehat. Menurut Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam Kitab Tuhfatul Murid ‘ala Jauharatit Tauhid, ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu yang mampu membuktikan keyakinan agama melalui argumen yang diambil dari Al-Qur’an dan sunnah yang sahih, serta melawan kesesatan yang ada dalam Islam.

Pada masa awal Islam, ilmu Kalam tidak dianggap perlu untuk dipelajari, karena keimanan para Sahabat kepada Nabi Muhammad (SAW) masih sangat kuat dan tidak tercampuri oleh berbagai syubhat dan bid’ah. Namun, situasi mulai berubah setelah peristiwa tahkim yang menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam dan munculnya berbagai pemahaman keagamaan yang berbeda.

Peristiwa tahkim terjadi pada perang Shiffin antara kubu Ali bin Abi Thalib (RA) yang merupakan khalifah resmi dan kubu Muawiyah yang menentang kebijakan Ali (RA). Perselisihan ini muncul akibat ketidakpuasan terhadap sikap Ali (RA) yang belum menyelesaikan kasus pembunuhan Khalifah Utsman bin ‘Affan. Beberapa Sahabat, termasuk Talhah (RA), Zubair (RA), dan Ibunda Aisyah (RA), mengkritik sikap Ali (RA) dan terlibat dalam perang yang dikenal sebagai perang Jamal.

Setelah itu, pasukan Muawiyah mengkonfrontasi Ali (RA) dalam perang Shiffin. Dalam pertempuran ini, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perundingan yang diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin Ash. Namun, hasil perundingan tidak memuaskan beberapa kelompok, termasuk Khawarij, yang menganggap semua pihak yang terlibat dalam tahkim berdosa dan layak dihukum.

Sejak saat itu, perdebatan mengenai akidah semakin berkembang dan umat Islam terpecah menjadi berbagai golongan. Kelompok Khawarij muncul dengan pandangan bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir, sementara Syiah mengekspresikan kecintaan berlebihan terhadap Ali (RA) dan menyimpan duka atas kematiannya. Di sisi lain, kelompok Murjiah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap dianggap mukmin, dan keputusan mengenai nasibnya diserahkan kepada Allah SWT.

Kemudian, muncul aliran Mu’tazilah yang menolak kedua pendapat tersebut, berpendapat bahwa pendosa besar berada di antara posisi mukmin dan kafir. Selain itu, terdapat juga kelompok Qadariyah yang meyakini manusia memiliki kehendak bebas, dan Jabariyah yang berpendapat sebaliknya, bahwa manusia dipaksa mengikuti kehendak Tuhan.

Dengan banyaknya penyimpangan dalam soal akidah, kelompok Ahlusunnah wal Jamaah mulai mengarahkan perhatian pada kajian ilmu Kalam, dengan tokoh-tokoh penting seperti Imam Asyari dan Imam Maturidi yang berkontribusi dalam pengembangan disiplin ini. Ilmu Kalam menjadi penting untuk mempertahankan keutuhan akidah dan menjawab berbagai tantangan yang muncul dalam sejarah Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?