Dalam ilmu tauhid, takdir merujuk pada qadla’ atau keputusan Allah yang telah tertulis di lauh mahfudz sejak sebelum dunia diciptakan. Allah menegaskan hal ini dalam banyak ayat, seperti pada QS. Al-Hadid: 22 yang menyatakan bahwa setiap bencana yang menimpa di bumi dan diri kita telah tertulis dalam Kitab sebelum terwujud. Hal ini menunjukkan bahwa semua kejadian, sekecil apapun, tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan Allah.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah manusia dapat mengubah takdir dengan usaha mereka sendiri. Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan tegas ya atau tidak, karena anggapan tersebut timbul dari kesalahpahaman. Usaha manusia, baik berupa tindakan, pilihan, atau doa, sesungguhnya juga merupakan bagian dari takdir yang telah ditetapkan. Ketika seseorang berusaha keras untuk mengubah keadaan dari miskin menjadi kaya, itu bukan berarti ia mengubah takdirnya, melainkan ia menjalani takdir yang telah ditentukan untuknya.
Sebaliknya, jika seseorang yang lahir dalam keadaan kaya kemudian jatuh miskin karena malas, hal ini juga merupakan bagian dari takdirnya. Apa yang terjadi adalah hasil dari takdir yang telah ditulis, di mana setiap langkah yang diambil adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar. Oleh karena itu, tidak relevan untuk mempertanyakan apakah usaha dapat mengubah takdir, karena usaha itu sendiri adalah takdir.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ menjawab pertanyaan tentang apakah berobat bisa menolak takdir dengan menyatakan bahwa ruqyah adalah bagian dari takdir. Hal ini menunjukkan bahwa segala usaha yang dilakukan manusia tetap berada dalam bingkai takdir yang telah ditentukan.
Kesalahpahaman mengenai hubungan antara usaha dan takdir sering kali muncul dari interpretasi yang keliru terhadap ayat QS. Ar-Ra’d: 11, yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Banyak yang menganggap bahwa ‘keadaan’ yang dimaksud adalah takdir yang telah ditetapkan. Namun, sebenarnya yang dimaksud adalah kondisi nikmat yang diberikan Allah kepada suatu kaum, yang bisa berubah menjadi musibah jika mereka melakukan maksiat.
Dengan demikian, semua ayat yang membahas tentang takdir dan usaha saling melengkapi dan tidak bertentangan. Usaha, baik positif maupun negatif, tetap merupakan bagian dari takdir Allah. Sebagai umat beriman, penting bagi kita untuk memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana dan hikmah Allah yang tidak selalu dapat kita pahami sepenuhnya.