- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Bahaya Syirik yang Tak Disadari dan Bentuk-Bentuknya

Google Search Widget

Banyak orang beranggapan bahwa syirik hanya terjadi ketika seseorang menyembah berhala atau memberikan sesajen kepada objek-objek tertentu. Namun, syirik juga dapat muncul dalam bentuk lain yang mungkin dianggap sepele oleh masyarakat umum. Berbeda dengan dosa-dosa lainnya, syirik merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni jika seseorang meninggal dalam keadaan tersebut. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisa’: 48).

Oleh karena itu, penting bagi setiap mukmin untuk memahami hakikat syirik agar dapat menjauhinya. Imam as-Sanusi, seorang teolog terkemuka dalam mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah, mengutip Syekh Ibnu Dihaq yang mendefinisikan syirik sebagai “menyandarkan perbuatan pada selain Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi”. Artinya, syirik terjadi ketika seseorang menganggap ada perbuatan yang dapat dilakukan secara mandiri oleh selain Allah, tanpa campur tangan-Nya.

Ibnu Dihaq menjelaskan bahwa syirik dapat dibagi menjadi tiga kategori:

Pertama, menyandarkan perbuatan pada bintang-bintang dan meyakini bahwa bintang-bintang tersebut memengaruhi alam di bawahnya, seperti yang terlihat dalam ilmu zodiak dan astrologi.

Kedua, menyandarkan perbuatan pada benda-benda dan percaya bahwa perbuatan tersebut serta efeknya terjadi tanpa keterkaitan dengan kehendak Allah. Contohnya, meyakini bahwa api dapat membakar dengan sendirinya tanpa campur tangan Allah. Keyakinan ini merupakan kesalahan fatal, karena seharusnya diyakini bahwa setiap perbuatan dan efeknya terjadi atas kehendak Allah.

Ketiga, menyandarkan perbuatan pada kehendak bebas manusia yang diberikan oleh Allah. Pandangan ini menganggap manusia dapat bertindak secara mandiri tanpa kontrol dari Allah, yang merupakan pemahaman yang keliru. Dalam pandangan Ahlusunnah wal Jama’ah, tidak ada perbuatan yang terjadi tanpa izin Allah, termasuk tindakan manusia.

Ketiga bentuk syirik ini sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Untuk menghindari syirik, penting untuk meyakini bahwa tidak ada satu pun manfaat atau kerusakan yang terjadi tanpa kehendak dan perbuatan Allah. Dalam berbagai aspek kehidupan, seperti berobat ke dokter atau berusaha dalam pekerjaan, harus diingat bahwa semua hasil tersebut bergantung pada kehendak Allah.

Dengan memahami dan mengenali bentuk-bentuk syirik, diharapkan setiap individu dapat lebih berhati-hati dalam menjaga akidah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 15

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?