Pertanyaan mengenai apa yang sedang dilakukan Allah saat ini dapat dijawab dengan memahami tindakan-Nya yang dikenal sebagai sifat fi’l dalam aqidah. Setiap peristiwa yang terjadi di dunia ini merupakan hasil dari tindakan Allah, yang jumlahnya tidak terbatas. Selama tindakan tersebut tidak mustahil secara rasional, maka Allah dapat melakukannya atau tidak melakukannya.
Tindakan Allah secara global telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, antara lain mencipta (khalaqa), mematikan (amâta), memberi rezeki (razaqa), dan banyak lagi. Semua kejadian di alam semesta adalah bagian dari irâdah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah. Terdapat sifat-sifat khabariyah yang sering diperdebatkan maknanya, seperti istawa, yanzilu, dan jâ’a, yang tergolong Mutasyabihât (samar dan multi tafsir). Menurut Imam al-Asy’ari, seluruh sifat tersebut adalah sifat fi’l Allah yang harus ditetapkan sesuai dengan redaksi yang telah ditentukan.
Imam al-Asy’ari menyatakan bahwa sifat-sifat tindakan Allah, seperti istawa dan nuzûl, tidak dapat dipahami dengan cara yang sama seperti tindakan manusia. Seluruh tindakan Allah terjadi secara simultan tanpa kesulitan. Oleh karena itu, memahami sifat fi’l Allah tidak perlu dipertentangkan satu sama lain, karena hakikatnya jauh berbeda dengan tindakan manusia.
Ketika Allah berfirman bahwa Diri-Nya istawa atas Arasy, makna tersebut hanya dapat dipahami sesuai dengan yang diajarkan oleh Imam al-Asy’ari, bahwa Allah melakukan perbuatan di Arasy yang disebut sebagai istawa, sama seperti Dia melakukan perbuatan lain yang disebut rezeki. Tindakan-tindakan Allah berlangsung tanpa adanya sentuhan fisik atau pergerakan.
Penting untuk tidak membayangkan Allah sebagai sosok fisik yang melakukan tindakan dengan cara yang sama seperti makhluk. Istawa dan nuzûl tidak dapat dipahami sebagai gerakan dari atas ke bawah atau sebagai bentuk fisik di atas Arasy. Menyerupakan Allah dengan makhluk atau menggunakan makna leksikal manusia pada sifat-Nya adalah kesalahan yang dilarang oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ahlussunnah wal Jama’ah, yang diwakili oleh Asy’ariyah dan Maturidiyah, mengambil jalan tengah dengan menetapkan sifat-sifat Allah yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadits tanpa menerapkan makna leksikal pada-Nya. Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang tindakan Allah dapat dicapai tanpa terjerumus pada penyerupaan atau penafian sifat-Nya. Wallahu a’lam.