Pertanyaan mengenai apa yang ada di bawah Allah sering kali dianggap sepele, tetapi banyak orang yang tidak memahami makna sebenarnya. Jika ditanyakan kepada umat Islam secara umum, banyak yang akan menjawab bahwa di bawah Allah terdapat alam semesta dan segala isinya, atau bahkan langit. Namun, jawaban tersebut tidak tepat karena dapat mengesankan bahwa Allah memiliki lokasi yang tinggi di atas langit dengan segala sesuatu berada di bawah-Nya. Pandangan ini salah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, karena Allah (SWT) bukanlah jism (entitas yang memiliki bentuk fisik atau volume) yang menempati ruang tertentu di alam semesta.
Jawaban yang benar dapat ditemukan dalam redaksi hadits shahih yang menyatakan: وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ. “Engkaulah Yang Maha Nampak, maka tidak ada sesuatu pun di atas-Mu. Dan, Engkaulah Yang Maha Samar, maka tidak ada sesuatu pun yang di bawah-Mu.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Imam al-Hafidz al-Baihaqi menjelaskan bahwa bagian akhir hadits ini menunjukkan tiadanya tempat bagi Allah dan bahwa seorang hamba, di mana pun ia berada, jaraknya sama dari Allah. Allah adalah ad-Dhâhir (Yang Tampak) sehingga dapat dipahami melalui dalil, tetapi Dia juga al-Bâthin (Yang Tak Nampak) sehingga tidak dapat dipahami berada di suatu tempat. Beberapa ulama menggunakan hadits ini sebagai dalil untuk menafikan adanya tempat bagi Allah. Jika tidak ada sesuatu pun di atas dan di bawah-Nya, maka berarti Allah tidak berada di satu tempat pun.
Sebagai umat Muslim, kita seharusnya mengikuti ajaran Rasulullah (SAW) dan meyakini bahwa di atas dan di bawah Allah tidak ada sesuatu apapun. Kebiasaan umat Islam yang menghadap dan menengadahkan tangan ke arah atas saat berdoa bukanlah bukti bahwa manusia berada di bawah Allah, melainkan karena langit adalah kiblat doa, sebagaimana Ka’bah adalah kiblat shalat. Ini adalah penjelasan yang diberikan oleh para ulama Ahlussunnah. Wallahua’lam.