Dalam diskusi mengenai teologi Ahlussunnah wal Jama’ah, nama-nama besar seperti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi tidak bisa diabaikan. Keduanya merupakan representasi dari aqidah mayoritas ulama sepanjang sejarah. Namun, sering kali muncul kesalahpahaman bahwa istilah “mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah” merujuk pada aliran baru yang berbeda dari ajaran ulama salafus shâlih sebelumnya. Apakah anggapan ini benar?
Imam Abu Hasan al-Asy’ari lahir pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M, sedangkan Imam Abu Mansur al-Maturidi diperkirakan lahir antara tahun 233-247 H dan wafat pada tahun 333 H/944 M. Dari rentang waktu hidup keduanya, jelas bahwa mereka lahir setelah era empat imam mazhab terkemuka. Sebelum mereka, terdapat banyak tokoh besar yang menjadi representasi Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Imam al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, dan Imam Bukhari.
Ketika Imam Abu Hasan al-Asy’ari di Baghdad dan Imam Abu Mansur al-Maturidi di Transoksania muncul dengan argumen teologis yang kuat, banyak ulama dari berbagai golongan kemudian menisbatkan diri kepada mereka sebagai bentuk dukungan. Inilah yang menyebabkan nama Asy’ariyah dan Maturidiyah menjadi dikenal. Namun, ini tidak berarti bahwa mereka menciptakan mazhab baru, melainkan mereka menguatkan ajaran yang sudah ada sebelumnya.
Imam Tajuddin as-Subky menjelaskan bahwa Abu Hasan al-Asy’ari tidak menciptakan pendapat baru, melainkan memperkuat mazhab salaf dan membela keyakinan para sahabat Nabi Muhammad (SAW). Hal ini menunjukkan bahwa penisbatan diri kepada beliau adalah pengakuan terhadap jalan salaf yang diikuti olehnya.
Imam al-Hafidz Ibnu Asakir juga menegaskan bahwa orang-orang yang belajar tentang Ushuluddin dari berbagai mazhab sering kali disandarkan kepada al-Asy’ari karena karya-karyanya yang banyak dan dibaca oleh banyak orang. Ia bukanlah orang pertama yang berbicara tentang Ahlussunnah, melainkan mengikuti jejak para ulama sebelumnya untuk memperkuat mazhab yang sudah ada.
Demikian pula, Imam al-Hafidz al-Baihaqy menegaskan bahwa Abu Hasan al-Asy’ari tidak membawa hal baru dalam agama, melainkan membela pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in serta menambah penjelasan yang memperkuat argumen mereka.
Dengan demikian, mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah sebenarnya merupakan metodologi teologis yang dibentuk oleh kedua imam tersebut. Secara ajaran, tidak ada yang baru dari mereka, karena keduanya hanya membela ajaran ulama salaf yang sudah ada sebelumnya. Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk memperdalam pemahaman tentang ilmu tauhid.