- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Penggunaan Kata “Tuhan” dan “Allah” dalam Komunikasi

Google Search Widget

Di tengah masyarakat, sering kali muncul perdebatan mengenai penggunaan kata “Allah” dan “Tuhan” secara bergantian. Beberapa orang menganggap bahwa penggunaan kedua istilah tersebut memiliki implikasi yang berbeda, baik dari segi akidah maupun akhlak. Hal ini pernah dibahas dalam tanya jawab agama yang dipandu oleh Almaghfurlah KH M Syafi‘i Hadzami melalui Stasiun Radio Cenderawasih pada awal 1970-an. Seorang pendengar dari Jakarta Utara yang mengaku awam dalam agama merasa terganggu ketika mendengar kata “Tuhan” dalam berbagai ceramah, baik di radio, televisi, maupun dalam khutbah Jumat. Ia kemudian meminta penjelasan mengenai hal ini.

KH M Syafi‘i Hadzami, seorang kiai muda Betawi yang terkenal pada masa itu, menjelaskan bahwa kata “Allah” memiliki keistimewaan tersendiri. Lafal jalâlah ini mengandung kekuatan yang unik, sehingga ia menganjurkan umat Islam untuk lebih sering menggunakan kata ini. Ia menekankan bahwa dalam situasi di mana kedua kata dapat digunakan, sebaiknya kita memilih “Allah” karena lafal tersebut mampu menggerakkan hati dan jiwa orang mukmin. Dalam Al-Quran disebutkan, “إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ” yang berarti, “Apabila disebut ‘Allah’, menjadi takutlah hati mereka.”

Namun, dalam konteks komunikasi sehari-hari, penggunaan kata “Tuhan” dalam bahasa Indonesia juga diperlukan. Ada kalanya kita tidak dapat menghindari penggunaan kata “Tuhan”, seperti dalam kalimat “Siapakah Tuhan kita?” yang jawabannya adalah “Tuhan kita adalah Allah.” Dalam hal ini, mengganti kata “Tuhan” dengan “Allah” akan membuat kalimat tersebut tidak tepat secara bahasa. Namun, dalam seruan seperti “Ya Tuhan!”, lebih tepat jika diganti dengan “Ya Allah.” Ini tidak berarti kita tidak boleh menggunakan ungkapan seperti “Ya Tuhanku” atau “Ya Tuhan kami”, karena banyak doa dalam Al-Quran menggunakan istilah tersebut.

KH M Syafi‘i Hadzami juga memberikan contoh dari Al-Quran yang menunjukkan penggunaan kata “Tuhan” dalam berbagai konteks. Misalnya, dalam Surat Al-A’raf ayat 23, terdapat ungkapan “رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا” yang berarti “Hai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri.” Contoh lainnya, dalam Surat Al-Baqarah ayat 126, terdapat permohonan “رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا” yang artinya “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman sentosa.”

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa lafal jalâlah “Allah” adalah nama pribadi yang tidak diterjemahkan, sementara kata “rabbun” dan variasinya dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “Tuhan” karena merujuk pada sifat atau pangkat. Oleh karena itu, tidak perlu terburu-buru mengoreksi penggunaan kata “Tuhan” dan “Allah” secara bergantian, karena keduanya juga digunakan oleh para nabi dalam Al-Quran dan hadits. Penggunaan kedua istilah ini tidak bertentangan dengan ketentuan agama Islam, baik dari segi akidah maupun akhlak. Wallahu a‘lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?