Dalam sebuah diskusi yang mendalam, Shaykh Hamza Yusuf, seorang cendekiawan Islam terkemuka, membahas tanggung jawab moral yang dimiliki umat manusia dalam memastikan bahwa kecerdasan buatan (AI) sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip universal yang berasal dari tradisi Abrahamik. Dalam konteks perkembangan teknologi AI, beliau menekankan pentingnya pendekatan yang bijaksana, penuh kasih sayang, dan berkeadilan dalam mengarahkan teknologi ini untuk melayani kebaikan bersama, menjaga martabat manusia, dan menangani tantangan etika yang dihadirkannya.
Shaykh Hamza Yusuf memulai dengan mengingatkan kita tentang dampak signifikan yang dapat ditimbulkan oleh inovasi teknologi, termasuk kecerdasan buatan, terhadap kehidupan dan pekerjaan banyak orang. Ia merujuk pada sejarah di mana kemajuan teknologi sering kali menimbulkan keraguan dan kekhawatiran. Misalnya, ketika pena ditemukan, meskipun dianggap sebagai alat yang luar biasa untuk menyimpan pengetahuan, ada ketakutan bahwa manusia akan kehilangan kemampuan mengingat karena terlalu bergantung pada alat tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana seringkali para penemu dan pelopor teknologi tidak mempertimbangkan dampak negatif dari ciptaan mereka.
Dalam konteks modern, kita menghadapi tantangan serupa. Dengan munculnya AI, ada banyak pertanyaan mengenai bagaimana teknologi ini akan mempengaruhi pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika AI menggantikan pekerjaan manusia dalam jumlah besar, apa yang akan terjadi pada mereka yang kehilangan pekerjaan? Shaykh Hamza Yusuf mengajak kita untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini dengan serius.
Beliau juga mencatat bahwa dalam sejarah, ada masyarakat yang memilih untuk menolak teknologi tertentu demi menjaga kesejahteraan dan stabilitas sosial. Sebagai contoh, Jepang pada abad ke-17 memutuskan untuk melarang penggunaan senjata api setelah melihat dampak destruktif yang ditimbulkannya. Keputusan ini diambil karena mereka menyadari bahwa senjata api dapat menurunkan martabat samurai yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menguasai seni bela diri.
Dalam pandangan Shaykh Hamza Yusuf, kita harus tetap kritis terhadap kemajuan teknologi dan mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya. Ia menjelaskan bahwa kemajuan tidak selalu identik dengan kebaikan; terkadang kemajuan dapat membawa dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam pengembangan teknologi.
Shaykh Hamza Yusuf juga mengingatkan kita bahwa dalam tradisi keagamaan, terdapat ajaran untuk tidak terburu-buru dalam menerima inovasi tanpa pertimbangan matang. Dalam konteks ini, umat manusia harus berperan aktif dalam mengarahkan penggunaan AI agar sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang tinggi. Ini termasuk menghormati hak asasi manusia dan memastikan bahwa teknologi ini digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan sebaliknya.
Di akhir diskusinya, beliau mengajak kita untuk merenungkan tujuan hidup dan makna di balik kemajuan teknologi. Ketika manusia semakin bergantung pada alat-alat modern, kita perlu bertanya kepada diri sendiri: ke mana kita sebenarnya pergi? Dengan pertanyaan ini, Shaykh Hamza Yusuf menegaskan pentingnya introspeksi dan kesadaran diri dalam menghadapi masa depan yang semakin dipenuhi oleh kecerdasan buatan.
Melalui wawasan-wawasannya, Shaykh Hamza Yusuf menyerukan pendekatan yang bijaksana dan etis terhadap AI, berakar pada ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Ini adalah panggilan untuk bertindak bagi semua pihak agar bersama-sama membentuk masa depan yang lebih baik dan lebih adil bagi seluruh umat manusia.