Allah Ta’ala berfirman:
وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيْبًا
“Allah Maha Mengawasi tiap-tiap sesuatu.” (QS. al-Aḥzāb [33]: 52)
Malaikat Jibril as. datang kepada Nabi Muhammad Saw. dengan berbentuk seorang laki-laki.
“Ya Muhammad, apa itu iman?” tanyanya.
“Beriman kepada Allah Ta’ala, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, dan takdir baik dan buruk serta manis dan pahit.”
“Engkau benar.”
Para sahabat yang menyaksikan adegan itu terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang bertanya malah membenarkan jawaban yang ditanyakan. Bukankah dia datang untuk bertanya, tetapi mengapa justru terkesan menggurui Rasulullah Saw. Di tengah keheranan para sahabat yang belum terjawab, laki-laki asing itu kembali bertanya.
“Berilah diriku keterangan, apa itu Islam?”
“Menegakkan shalat, memberi zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah.”
“Engkau benar.”
“Berilah diriku penjelasan, apa itu Ihsan?”
“Beribadahlah kepada Allah Ta’ala seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka Dia akan melihatmu.”
“Engkau benar,” jawab Malaikat Jibril as. kemudian berpamit pergi.
Ustadz Syaikh (Abu Ali ad-Daqaq) mengatakan bahwa ungkapan sabda Rasulullah Saw., “jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka Dia akan melihatmu” merupakan isyarat tentang muraqabah⁷⁷ [⁷⁷ Al-Muraqabah menurut arti katanya adalah kesenantiasaan untuk tetap memelihara maksud, sedangkan makna istilahnya adalah keabadian memandang dengan hati pada Allah yang diposisikan sebagai Dzat Yang selalu mengawasi manusia dalam segala sikap dan hukumnya. Sikap batin ini timbul dengan membangkitkan kepekaan rasa pada kesenantiasaan Allah melihat dirinya dalam segala gerak dan diamnya.] (pengawasan).