Baru-baru ini, pernyataan tentang kewajiban shalat berjamaah bagi laki-laki di masjid telah menjadi perbincangan di kalangan ulama. Salah satu hadits yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah yang tercantum dalam kitab Bulughul Maram. Hadits tersebut menyatakan bahwa mendatangi masjid setelah adzan berkumandang merupakan suatu kewajiban, kecuali ada udzur yang menghalangi.
Dalam pandangan ulama Hanabilah, shalat berjamaah di masjid dianggap wajib atau fardhu ‘ain bagi laki-laki merdeka. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai tempat pelaksanaannya. Beberapa ulama mengatakan bahwa shalat berjamaah harus dilakukan di dalam masjid bagi orang yang dekat, sementara ulama lain memperbolehkannya dilakukan di luar masjid.
Di sisi lain, dalam mazhab Syafi’i, terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum shalat berjamaah. Pendapat pertama menyatakan bahwa shalat berjamaah adalah fardhu ‘ain, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa hukumnya fardhu kifayah. Selain itu, terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa shalat berjamaah hanyalah sunah.
Dalam konteks shalat berjamaah di masjid menurut mazhab Syafi’i, meskipun tidak diwajibkan, namun tempat yang paling utama untuk melaksanakannya tetaplah di masjid. Hal ini disebabkan oleh beberapa keunggulan, antara lain keutamaan masjid sebagai tempat yang mulia, adanya pahala bagi orang yang berjalan menuju masjid, keberadaan jamaah yang lebih banyak, serta syiar jamaah yang lebih tampak.
Kajian hadits tentang perintah shalat berjamaah di masjid menunjukkan adanya perbedaan pendapat di antara ulama. Beberapa ulama menyatakan bahwa hadits tersebut menunjukkan kewajiban shalat berjamaah di masjid, sementara yang lain menganggapnya sebagai anjuran semata. Pandangan ini juga tercermin dalam mazhab Hanbali dan Syafi’i.
Dengan demikian, pernyataan tentang kewajiban shalat berjamaah bagi laki-laki di masjid dapat diterima sebagai salah satu riwayat pendapat dalam mazhab Hanbali. Namun, dalam mazhab Syafi’i yang banyak diamalkan oleh masyarakat Indonesia, shalat berjamaah di masjid dianggap sebagai anjuran bukan kewajiban. Wallahu a’lam.