Kementerian Agama Republik Indonesia telah menetapkan lima kriteria bagi jamaah haji reguler yang berhak menerima layanan badal haji. Kriteria tersebut meliputi jamaah yang meninggal dunia di asrama haji, saat dalam perjalanan, atau di Arab Saudi sebelum wukuf di Arafah. Selain itu, jamaah yang sakit secara medis dan tidak dapat melaksanakan safarwukuf, serta jamaah yang mengalami gangguan jiwa juga termasuk dalam kriteria penerima layanan badal haji.
Kementerian Agama RI memiliki tanggung jawab utama dalam menentukan keabsahan ibadah haji dan umrah jamaah Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyelenggaraan safari wukuf pada puncak haji untuk memastikan kehadiran jamaah haji reguler di area wukuf. Selain itu, Kementerian Agama RI juga menyediakan layanan badal haji secara cuma-cuma bagi jamaah haji yang uzur.
Menurut ulama, terdapat dua jenis orang yang dapat dibadalkan hajinya, yaitu jamaah yang telah meninggal dunia dan jamaah yang tidak mampu menunaikan rukun dan wajib haji karena uzur syar’i. Hal ini sesuai dengan prinsip “istitha’ah” yang memperbolehkan seseorang untuk melakukan badal haji atas nama orang lain, baik karena almarhum atau alasan lain yang membuat seseorang tidak dapat melaksanakan ibadah haji secara langsung.
Praktik badal haji yang sah secara syariah didasarkan pada hadits riwayat sahabat Abdullah bin Abbas ra. Hadits tersebut memberikan contoh tentang pentingnya membayar utang kepada Allah, termasuk dalam hal pembadalan ibadah haji bagi orang yang telah meninggal sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat Islam.
Dengan demikian, pembadalan haji atas nama almarhum/almarhumah jamaah haji merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama Islam. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat dipahami dengan baik.