Metode pengambilan hukum, atau yang dikenal sebagai ijtihad, merupakan cara yang digunakan para ulama dalam memproduksi hukum syariat. Para mujtahid, yang merupakan ulama yang ahli dalam bidang ijtihad, memiliki peran penting dalam menentukan hukum-hukum ini.
Menurut Syekh Abu Yahya Zakaria al-Anshari, ijtihad merupakan upaya seorang faqih (mujtahid) untuk mencapai keyakinan kuat dalam menetapkan hukum syariat. Seorang mujtahid harus memenuhi beberapa syarat agar diakui sebagai ahli dalam bidang ini.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan enam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, antara lain penguasaan dalam ilmu gramatika Bahasa Arab, ushul fiqih, pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, hadis-hadis hukum, ijma’, dan qiyas.
Dua contoh ijtihad yang disebutkan adalah hukum keharaman menikahi ibu dan hukum kebolehan mengeluarkan qimah pada zakat biji-bijian, kambing, dan unta. Proses ijtihad ini memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap berbagai aspek syariat Islam.
Para mujtahid juga menggunakan metode bayani dalam mengambil hukum dari teks Al-Qur’an dan hadis. Langkah-langkah tersebut meliputi kajian sababun nuzul ayat, analisis kebahasaan teks, pengaitan antar teks, hubungan dengan maqashid syari’ah, dan penafsiran teks jika diperlukan.
Dengan demikian, metode ijtihad merupakan proses yang kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu terkait. Para mujtahid berperan penting dalam merumuskan hukum syariat agar dapat diterapkan dengan benar. Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai metode ijtihad dalam pengambilan hukum syariat.