Kisah Nabi Musa merupakan salah satu cerita yang penuh hikmah dalam Islam. Salah satu aspek menarik dari kehidupan beliau adalah saat beliau mengalami kekakuan lisan. Dalam kitab Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir, diceritakan bahwa Nabi Musa meminta kepada Allah untuk melepaskan kekakuan dari lidahnya agar perkataannya bisa dipahami.
Menurut kisah tersebut, lidah Nabi Musa mengalami cedal karena peristiwa saat beliau masih kecil. Fir’aun hendak menguji akalnya dengan meletakkan buah dan bara api di hadapannya. Akibatnya, lidah Nabi Musa menjadi cedal setelah ia memegang bara api tersebut. Namun, Nabi Musa hanya meminta agar kekakuan lidahnya dihilangkan sebagian demi sebagian, agar kata-katanya bisa dipahami dengan baik.
Kejadian ini menunjukkan rendah hati Nabi Musa yang tidak meminta kesembuhan total untuk kekakuan lidahnya. Beliau juga meminta Nabi Harun sebagai pembantu yang fasih berbicara ketika berhadapan dengan Fir’aun. Hal ini mengajarkan pentingnya memiliki orang lain yang mendukung dalam mengatasi masalah, terutama gangguan bicara.
Dari kisah Nabi Musa, kita belajar bahwa ketika menghadapi kesulitan, tidak boleh putus asa dan selalu berdoa kepada Allah. Doa Nabi Musa dalam Surat Thaha juga dapat menjadi inspirasi bagi siapa pun yang mengalami hambatan dalam berbicara. Begitu juga bagi mereka yang tidak mengalami gangguan bicara, doa tersebut mengajarkan pentingnya meminta petunjuk Allah dalam setiap perkataan yang diucapkan.
Oleh karena itu, kisah Nabi Musa dan doanya menjadi teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kita diajarkan untuk tidak hanya bergantung pada diri sendiri, tetapi juga meminta pertolongan dan petunjuk kepada Allah dalam setiap langkah yang diambil. Dengan demikian, kita dapat belajar untuk selalu rendah hati, gigih dalam menghadapi cobaan, dan percaya bahwa doa adalah kuncinya.