Pada momen Idul Fitri, selain agenda penting yang harus diperhatikan, silaturahim juga merupakan amalan utama dalam agama yang memiliki nilai besar. Amalan ini tidak hanya mampu menyambungkan hubungan yang terputus dalam relasi sosial, tetapi juga memiliki keutamaan yang luar biasa, seperti memperpanjang umur dan melapangkan rezeki.
Dalam konteks substansi silaturahim, terdapat sebuah Sabda Nabi Muhammad yang disampaikan oleh Muhammad Quraish Shihab. Sabda tersebut menyatakan bahwa yang benar-benar bersilaturahim bukanlah orang yang hanya membalas kunjungan atau pemberian, melainkan orang yang mampu menyambung kembali hubungan yang terputus.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa silaturahim memiliki peran penting dalam memperbaiki hubungan yang terputus akibat dosa dan kesalahan manusia. Lebaran menjadi momen yang tepat untuk memperbaiki hubungan yang terputus jika sebelumnya belum sempat dilakukan.
Meskipun Idul Fitri menjadi momentum yang ideal, silaturahim sejatinya tidak seharusnya dibatasi hanya pada saat itu. Manusia tidak boleh menunda-nunda untuk menyambung kembali hubungan yang terputus, karena tidak ada yang tahu kapan ajal akan menjemput. Merawat hubungan dengan sesama adalah bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Prof Quraish Shihab, silaturahim merupakan kata majemuk yang berasal dari bahasa Arab, shilat dan rahim. Kata “shilat” mengandung arti menyambung dan menghimpun, sementara “rahim” pada awalnya berarti kasih sayang dan berkembang menjadi arti peranakan atau kandungan. Dari sinilah makna bahwa silaturahim tidak hanya tentang hubungan sosial, tetapi juga tentang kasih sayang dan perhatian terhadap sesama.
Salah satu bentuk konkret dari silaturahim yang bermuara pada rasa rahmat dan kasih sayang adalah pemberian yang tulus. Oleh karena itu, silaturahim juga dapat diartikan sebagai tindakan memberi atau berbagi dengan ikhlas dan penuh kebaikan.