Penggunaan pengeras suara di tempat ibadah, seperti masjid dan mushalla, merupakan topik yang memerlukan perhatian serius. Dalam konteks ini, terdapat 7 dalil atau argumentasi ilmiah yang perlu dipahami dari Kitab I’lâmul Khâsh wal ‘Âmm bi Anna Iz’âjan Nâsi bil Mikrûfûn Harâm karya Sayyid Zain bin Muhammad bin Husain Alydrus.
- Pemeliharaan Keheningan dalam Ibadah Ayat dan hadits mengajarkan untuk merendahkan suara dalam shalat, dzikir, dan doa. Hal ini menunjukkan pentingnya tidak mengeraskan suara agar tidak mengganggu orang lain.
- Larangan Suara Keras di Masjid Riwayat sahabat mencatat larangan suara keras di masjid, sebagai contoh ketegasan Sayyidina Umar bin Khattab terhadap dua orang yang melantangkan suara di masjid Nabawi.
- Gangguan Terhadap Konsentrasi dan Kesejahteraan Penggunaan pengeras suara luar dapat mengganggu konsentrasi ibadah, kenyamanan orang yang istirahat, dan orang yang sedang sakit. Mengganggu orang lain bertentangan dengan ajaran agama.
- Kenyamanan Masyarakat Luas Kemaslahatan jamaah masjid tidak boleh mengesampingkan kenyamanan masyarakat luas. Prinsip ini menekankan pentingnya memprioritaskan kenyamanan umum.
- Prinsip Menghindari Kerusakan Prinsip dar’ul mafâsid muqaddamun ‘alâ jalbil mashâlih menekankan pentingnya menghindari kerusakan daripada mendatangkan kemaslahatan.
- Bahaya Riya dan Sum’ah Penggunaan pengeras suara untuk riya dan sum’ah bertentangan dengan ajaran agama yang melarang pamer dan mencari popularitas.
- Ketenangan dalam Ibadah Pengeras suara yang terlalu keras dapat mengganggu ketenangan dalam beribadah, yang seharusnya dilakukan dengan rendah hati dan suara lembut.
Dengan memahami berbagai argumen ilmiah ini, penting bagi kita untuk mengevaluasi penggunaan pengeras suara di tempat ibadah. Regulasi yang tepat perlu diterapkan demi menjaga keheningan dan kenyamanan bagi semua jamaah. Semoga hal ini dapat meningkatkan keberkahan dalam ibadah kita.