Crowdfunding merupakan program urun dana yang dilakukan melalui teknologi informasi dengan peran dan aturan tertentu. Ada empat jenis crowdfunding, yakni equity crowdfunding, securities crowdfunding, donation-based crowdfunding, dan reward-based crowdfunding. Selain itu, P2P (peer to peer) lending juga termasuk bagian dari crowdfunding dan masuk dalam kategori loan-based crowdfunding. Kali ini, kita akan mengkaji soal reward-based crowdfunding.
Reward-based crowdfunding (crowdfunding berbasis hadiah) seringkali dioperasikan bersamaan dengan crowdfunding berbasis donasi. Pada jenis ini, jumlah kontribusi yang akan diberikan individu telah dipaketkan sesuai dengan hadiah yang akan diberikan. Hadiah dapat berupa pencantuman nama pada kredit proyek, penamaan (acknowledgements) pada merchandise, kesempatan untuk bertemu dengan kreator proyek, undangan untuk menghadiri acara khusus yang berkaitan dengan proyek, dan sebagainya. Pemberian hadiah ini bervariasi dan umumnya semakin besar sumbangan yang diberikan, semakin banyak atau semakin berkualitas hadiah yang diberikan. Contoh platform crowdfunding berbasis hadiah adalah Indogiving.
Indogiving mendefinisikan dirinya sebagai marketplace tempat terjadinya transaksi untuk tujuan yang baik. Platform ini melakukan pendekatan kepada donatur yang telah ikut berperan aktif membantu mendonasikan dananya untuk suatu proyek. Reward-based crowdfunding terkadang juga dilakukan untuk membiayai proyek-proyek berupa produk kreatif seperti pembuatan aplikasi dan games. Pada crowdfunding jenis ini para pemilik modal akan mendapatkan imbalan berupa barang atau jasa sesuai dengan proyek kreatif yang dikerjakan, bukan mendapatkan keuntungan berupa uang. Biasanya sebelum melakukan proses reward-based crowdfunding pihak penggalang dana akan mengajukan proposal terlebih dahulu.
Penggalangan dana untuk membangun sebuah proyek tertentu yang disertai dengan sejumlah hadiah kepada donaturnya ini setidaknya memantik perhatian kita semua. Perhatian ini tertuju pada diksi “hadiah” itu sendiri. Alasannya sederhana sekali. Pertama, karena diksi “hadiah” itu sendiri dekat dengan risywah. Kedua, diksi “hadiah” yang disertai dengan penyerahan harta sebelumnya, dan penyampaiannya melewati proses pengundian, sangat akrab dengan perjudian/gambling.
SDSB diharamkan karena illat (alasan) perjudian. Larangan perjudian ini sudah ditegaskan secara nash lewat Al-Qur’an Surat al-Maidah [5] ayat 90. Di dalam perjudian, terdapat beberapa mekanisme seperti penyerahan harta, objek untuk spekulasi, dan bagi pemenangnya akan mendapatkan hadiah yang telah ditetapkan oleh bandar. Hadiah menang taruhan dilarang karena ada unsur memakan harta orang lain secara batil:
لاَيَجُوْزُ ِلأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مَالَ أَحَدٍ بِلاَ سَبَبٍ شَرْعِيٍّ
Kedekatan hadiah dengan risywah juga patut diperhatikan. Misalnya seorang hakim yang tengah menangani sebuah perkara menerima pemberian dari pihak yang sedang berperkara atas nama hadiah. Secara nalar, dakwaan pemberian sebagai hadiah ini akan menimbulkan tanda tanya. Tidak etis bagi seorang hakim menerima pemberian dari pihak yang kasusnya tengah ditanganinya karena hadiah bisa memalingkan rasa sang hakim untuk condong kepada salah satu pihak yang berperkara. Itulah sebabnya, syara’ melabeli pemberian ini sebagai tindakan risywah (suap) yang haram hukumnya.
Namun, hakim juga manusia. Ia berhak untuk melakukan apresiasi kemanusiaannya. Ia juga berhak menerima hadiah karena prestasinya, karena hubungan kekerabatannya, dan sejenisnya. Di sini kemudian timbul pembatasan oleh syara’. Bahwa hadiah atas seseorang yang berprofesi sebagai hakim adalah boleh manakala saling memberi hadiah itu sudah berlaku sejak lama sebelum pelaku menjabat sebagai hakim. Aktivitas ini kemudian dilabeli sebagai adat di mana adat merupakan yang bisa dijadikan acuan hukum bahwa suatu pemberian kepada hakim kadangkala tidak bisa disebut sebagai risywah.
تَهَادَوْا فَإِنَّ الهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ
Baru-baru ini, diskusi panjang mengenai pemberian pihak perusahaan TikTok dan Snack Video kepada member yang menginstal aplikasi keduanya di smartphone miliknya menyimpulkan bahwa pemberian itu merupakan tindakan risywah. Sebab, tidak ada satu jalur prestasi pun yang bisa dibenarkan sebagai alasan untuk pemberian uang tunai tersebut kepada user. Pemberian uang tunai itu dimaksudkan agar user TikTok dan Snack Video berlomba-lomba mengajak banyak orang guna menginstal kedua aplikasi tersebut dan selanjutnya menjalankan misi menonton video harian dengan upah berupa poin yang nilainya sangat kecil dibanding hasil yang diperoleh oleh developer dalam menjualbelikan diamond. Pihak TikTok dan Snack Video hanya fokus pada pengembangan aplikasi dan menjual diamond ke para user sebagian hasil penjualan diamond diberikan lagi kepada user baru dan user lama yang menjadi referensinya.
Tak urung tindakan memberikan uang tunai dengan harapan ada banyak user membeli diamond kepadanya, sementara pihak perusahaan terbebas dari menggaji para streamer dan uploader ini menandakan bahwa ada risywah (suap) di balik pemberian uang di awal. Syariat sudah menetapkan bahwa bertindak selaku pihak penyuap dan yang disuap, keduanya adalah haram.
Dari contoh kedua kasus risywah di atas, ada beberapa batasan syara’ mengenai hadiah bisa dikategorikan sebagai risywah:
- Apabila hadiah itu bukan tumbuh atas dorongan rasa saling menyayangi sebagaimana ketetapan dari Baginda Nabi ﷺ “tahadu wa tahabbu! (saling memberi hadiahlah dan saling menyayangilah!)
- Suatu hadiah tidak bisa disebut sebagai risywah kendati hal itu dilakukan pada hakim atau pejabat selama kebiasaan saling beri itu sudah berlangsung lama sebelum kasus terjadi. Jadi ada landasan karena faktor hubungan kekerabatan, dan bukan disebabkan relasi antara pihak yang berperkara dengan yang memutus perkara.
- Hadiah merupakan risywah manakala hadiah itu disampaikan dalam bentuk uang tunai yang disertai harapan memuluskan proyek atau hasrat pemberinya.
- Hadiah berupa uang tunai yang menyertai aksi pemberian dana dengan harapan dana itu kembali adalah bukan termasuk hadiah melainkan riba atas utang.
- Hadiah yang disampaikan kepada pihak donatur yang menyerahkan dana adalah bukan termasuk riba manakala hadiah itu ada dalam bentuk barang (nontunai).
Kajian ini sifatnya masih merupakan tinjauan secara global semata dan masih membutuhkan banyak telaah mengingat dalam reward-based crowdfunding ada banyak hal yang mesti ditetapkan batasan-batasannya. Semoga bermanfaat dalam mendorong kajian lebih lanjut! Wallahu a’lam bish shawab!