Istilah top up memang sudah umum dalam praktik pengisian ulang sejumlah layanan, seperti pulsa listrik, pulsa seluler, saldo E-Tol, dan sejenisnya. Proses top up ini melibatkan pembayaran di muka untuk manfaat yang akan dinikmati di kemudian hari. Namun, terdapat dualisme dalam pemahaman top up di dunia digital yang perlu dicermati.
Ada dua jenis pengertian top up dalam aplikasi digital. Pertama, token berjamin manfaat mu’tabar, di mana setelah top up, pengguna mendapatkan akses atau fitur tertentu yang membedakannya dengan pengguna gratis. Misalnya, pengguna game online mendapatkan tambahan “nyawa” setelah top up. Kedua, token berjamin manfaat tidak mu’tabar, di mana top up tidak memberikan manfaat khusus namun harta yang dikeluarkan harus diberikan kepada orang lain.
Penting untuk membedakan top up yang halal dan haram dengan melihat manfaat yang diperoleh. Top up yang halal adalah yang memberikan manfaat langsung atau akses fitur khusus setelah pengisian ulang. Sebaliknya, top up yang haram adalah ketika pengguna tidak mendapatkan manfaat tambahan namun harus memberikan harta kepada orang lain.
Dalam menghadapi dualisme istilah top up ini, penting bagi pengguna aplikasi digital untuk mempertimbangkan manfaat yang diperoleh. Apakah top up tersebut memberikan manfaat nyata atau hanya menguras harta tanpa mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. Dengan memahami perbedaan tersebut, pengguna dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam menggunakan layanan top up di aplikasi digital.