Sebuah tajuk berita dari sebuah harian kanal berita membahas ancaman mogok kerja karyawan sebuah waralaba terkenal akibat pemotongan gaji terkait kasus nota selisih barang. Dalam konteks ini, penting untuk mengambil pelajaran terkait dengan pandangan syariat Islam tentang relasi antara karyawan dan pihak yang mempekerjakan.
Pandangan syariat terhadap relasi ini menggariskan tanggung jawab dan hak bagi kedua belah pihak. Bagi pihak yang mempekerjakan, kewajiban utamanya adalah membayar gaji secara adil dan tepat waktu, memberikan penjelasan terperinci mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, serta menjelaskan masa kontrak yang berlaku. Kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak sangat penting agar akad ijarah tetap berjalan dengan baik.
Di sisi karyawan, tanggung jawabnya meliputi menjaga harta majikannya, menjalankan tugas sesuai perintah, tidak melanggar batas wewenang tanpa izin, dan bekerja dengan penuh dedikasi selama kontrak berlangsung. Karyawan dalam akad ijarah berperan sebagai wakil dan penanggung jawab atas pekerjaan yang diamanahkan padanya.
Dalam situasi sengketa antara karyawan dan pihak yang mempekerjakan terkait kerugian, penting untuk memperhatikan prinsip ganti rugi (dlamman). Pemotongan gaji hanya dapat dilakukan jika terdapat bukti yang kuat terhadap kesalahan yang dilakukan oleh karyawan. Bukti menjadi tanggung jawab pendakwa sementara terdakwa memiliki kewajiban bersumpah.
Dengan memahami prinsip-prinsip ini, diharapkan hubungan antara karyawan dan pihak yang mempekerjakan dapat berjalan dengan adil dan seimbang sesuai dengan ajaran syariat Islam dalam fiqih muamalah. Peran penting kejelasan dalam akad ijarah sebagai dasar dari relasi kerja yang sehat dan berkeadilan.
Semoga pemahaman ini dapat membuka wawasan kita dalam memahami relasi antara karyawan dan pihak yang mempekerjakan dalam konteks syariat Islam.