Shalat Idul Adha merupakan salah satu ibadah yang memiliki tata cara dan tradisi tersendiri. Dalam pelaksanaannya, terdapat anjuran khusus bagi bilal atau muazin yang memanggil umat Islam untuk melaksanakan shalat tersebut.
Menurut tuntunan agama, bilal atau muazin pada shalat Idul Adha sebaiknya tidak mengumandangkan lafal azan dan lafal iqamah. Mereka dianjurkan untuk menyerukan dengan lantang kalimat “as-shalāta(u) jāmi‘ah” yang artinya “shalat Idul Adha berjamaah”.
Seruan “as-shalāta(u) jāmi‘ah” ini dapat ditambahkan dengan beberapa kata lain sesuai kebiasaan di masing-masing masjid, mushalla, atau tempat terbuka lainnya. Salah satu contoh seruan yang biasa dilakukan oleh bilal atau muazin pada shalat Idul Adha adalah:
“الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ سُنَّةً لِعِيْدِ الأَضْحَى جَامِعَةً رَحِمَكُمُ الله” “الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ سُنَّةً لِعِيْدِ الأَضْحَى جَامِعَةً رَحِمَكُمُ الله” “الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ… الصَّلَاةَ سُنَّةً لِعِيْدِ الأَضْحَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ”
Artinya, “Marilah kita shalat sunnah Idul Adha berjamaah. Semoga Allah menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Tiada tuhan selain Allah.”
Tradisi ini juga diperkuat oleh keterangan dalam Kitab Al-Muhadzdzab dan syarahnya Al-Majmu’ yang menjelaskan bahwa pada shalat Idul Adha tidak ada azan dan iqamah. Riwayat Ibnu Abbas RA menegaskan bahwa Rasulullah SAW beserta para sahabat melakukan shalat Idul Adha tanpa azan dan iqamah.
Imam An-Nawawi juga menjelaskan riwayat hadits terkait, dimana seruan “as-shalāta(u) jāmi‘ah” disarankan dalam pelaksanaan shalat Idul Adha.
Dalam pelafalan kalimat “as-shalāh” dan “jāmi‘ah”, terdapat variasi bacaan yang dapat digunakan sesuai dengan tuntunan agama. Hal ini memperlihatkan kekayaan tradisi dan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah.
Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai seruan shalat Idul Adha dan tradisinya yang kaya makna dalam tata cara ibadah umat Islam.