Jarkoni, singkatan dari “Bisa ngajar ora bisa nglakoni,” menjadi sindiran bagi para dai yang hanya pandai mengajarkan kebaikan namun tidak mengamalkannya. Sindiran ini tidak hanya terdengar di masyarakat, tetapi juga dalam lingkungan keluarga. Para pelaku jarkoni tidak hanya akan dihina di dunia, tetapi juga akan mendapat sanksi yang lebih berat di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan tentang para pelaku jarkoni yang akan menerima siksaan berat, di mana bibir mereka akan digunting dengan gunting yang panas karena hanya pandai berseru kepada orang lain untuk melakukan kebaikan sementara mereka sendiri enggan melakukannya. Allah pun menegur mereka yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan, karena kebencian di sisi-Nya terhadap perilaku munafik seperti itu.
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad juga menjelaskan bahwa ancaman keras tersebut akan diterima oleh para dai yang berdakwah dengan niat duniawi, demi kepentingan pribadi seperti pujian atau popularitas. Sikap ini tidak hanya menunjukkan kemunafikan, tetapi juga ketidakbertanggungjawaban terhadap diri sendiri dan masyarakat.
Namun, bagi mereka yang berusaha memberikan contoh nyata dalam dakwah, meskipun belum sempurna, memiliki harapan untuk terhindar dari siksaan di akhirat. Mereka yang selalu mengecam diri sendiri dan berupaya mengamalkan ajaran yang mereka sampaikan, meskipun perlahan-lahan, lebih baik daripada orang yang hanya memiliki ilmu tanpa amal.
Penting bagi para dai untuk tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga memberikan contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah yang dilandasi oleh keteladanan nyata akan lebih bermanfaat dan diterima oleh masyarakat. Sebagai seorang dai, tanggung jawab untuk mengamalkan apa yang diajarkan merupakan hal yang tak terelakkan agar dakwah yang disampaikan memiliki dampak yang positif dan mendapatkan ridha Allah.