Dalam praktik jual beli, terdapat istilah bai’ munabadzah yang dikenal sebagai lempar kerikil terhadap obyek jual. Hukumnya diharamkan karena terkait dengan spekulasi (maysir) yang memiliki potensi konflik di masa depan akibat ketiadaan saling ridha antara penjual dan pembeli. Illat maysir yang dilarang dalam Islam sebagai bentuk larangan terhadap segala bentuk perjudian.
Dalam konteks jual beli munabadzah, permasalahan muncul mengenai apakah larangan ini bersifat mutlak untuk semua kasus jual beli lempar kerikil atau hanya berlaku pada kasus khusus seperti jual beli kambing dalam rombongan. Konsep populasi homogen dan heterogen juga menjadi pertimbangan dalam menentukan larangan tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa jual beli dengan menunjukkan sampel dari obyek barang yang dibeli diperbolehkan (bai’ul anmudzaj). Sampel dalam konteks fiqih memiliki kesamaan makna dengan namudzaj dalam kajian sains. Pengambilan sampel secara acak (random sampling) diperlukan untuk menghindari bias dalam menggambarkan populasi obyek.
Dalam trading, penggunaan sampel seperti peta pergerakan harga indeks didasarkan pada riwayat harga yang riil. Berbeda dengan perjudian yang hanya menggunakan rumus peluang, trading menggunakan analisis regresi linier dan korelasi untuk memprediksi tren harga dengan tingkat ketepatan yang lebih tinggi.
Perbedaan mendasar antara spekulasi perjudian (qimar) dan trading terletak pada penggunaan rumus analisis yang lebih cermat dalam trading untuk memprediksi tren harga pasar. Hal ini menunjukkan bahwa trading dapat dianggap lebih terukur dan tidak memiliki unsur maysir seperti dalam perjudian.
Dalam konteks mu’amalah, penting untuk mempertimbangkan teks syariat secara komprehensif namun juga melihat konteks obyek masalah. Dengan demikian, pemahaman terhadap jual beli dalam trading perlu didekati dengan perspektif hukum syariah serta mempertimbangkan aspek sains modern untuk menjaga kepatuhan terhadap nilai-nilai syariat.