Shalat Jumat merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh laki-laki Muslim yang memenuhi kriteria wajib Jumat. Bagi mereka yang meninggalkan shalat Jumat tanpa uzur, akan mendapat sanksi berat di akhirat dan mungkin sudah merasakan hukuman di dunia, yaitu terhalangnya hati dari sumber kebenaran dan kebijaksanaan.
Ada lima rukun dalam khutbah Jumat yang harus dipenuhi, antara lain membaca hamdalah, shalawat Nabi, dan wasiat bertakwa di kedua khutbah, membaca ayat suci Al-Qur’an di salah satu dua khutbah, serta membaca doa untuk umat Islam di khutbah kedua.
Shalat Jumat wajib dilakukan secara berjamaah oleh minimal 40 orang menurut pendapat kuat dalam mazhab Syafi’i. Imam atau khatib shalat Jumat harus suci dari hadats, baik kecil maupun besar. Namun, terkadang kondisi hadats tidak disadari oleh seseorang, seperti saat seorang imam mengimami shalat Jumat tanpa menyadari bahwa ia tidak suci dari hadats. Dalam hal ini, bagaimana hukum shalat Jumat yang dilakukan dengan imam yang nyata-nyata berhadats? Apakah shalat perlu diulang?
Untuk status Jumatnya seorang Imam yang berhadats, shalat tersebut tidak sah dan harus diulang. Imam dapat mencari Jumatan di daerah lain atau menggantinya dengan shalat zuhur jika tidak memungkinkan. Prinsip dalam ibadah menegaskan bahwa keabsahan ibadah harus memenuhi dua hal: keyakinan keabsahan oleh pelaku ibadah dan sesuai dengan kenyataan. Meskipun seorang imam mengira telah memenuhi syarat-syarat shalat saat menjadi imam Jumat, namun jika ternyata tidak, shalat perlu diulang.
Bagi makmum, jika jumlah jamaah tidak mencapai minimal 40 orang setelah dikurangi imam yang berhadats, maka shalat Jumat tidak sah dan harus diulang. Namun, jika jumlah jamaah masih memenuhi syarat minimal, terdapat dua pendapat mengenai status shalat Jumat. Pendapat pertama menyatakan jumat tetap sah dan hanya imam yang perlu mengulang shalatnya. Pendapat kedua menyatakan jumat tidak sah dan seluruh jamaah beserta imam perlu mengulangi shalat.
Perbedaan pendapat ini mengacu pada kaidah fiqih mengenai status jamaah di belakang imam yang tidak diketahui kondisinya dan nyata-nyata berhadats. Terdapat dua pendapat mengenai apakah shalat dianggap berjamaah atau individu. Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat apakah shalat Jumat perlu diulang atau tidak.
Dalam penjelasan ulama, teori pertama lebih mendasar dalam menentukan status jumat para makmum. Jika bilangan jamaah sempurna tanpa imam yang berhadats, maka jumat mereka sah jika dianggap berjamaah; namun tidak sah jika dianggap individu. Teori kedua menyatakan bahwa jumat tidak sah jika imam berhadats, karena jamaah merupakan syarat utama dalam shalat Jumat.
Penjelasan di atas memberikan gambaran mengenai hukum shalat Jumat bagi imam yang berhadats serta status jumat para makmum dalam situasi tersebut. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca.