Dalam ekonomi syariah, akad mudharabah merupakan perjanjian yang memungkinkan pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modal kepada pengelola (mudharib) untuk dikelola dan mengembangkan usaha. Terdapat dua jenis akad mudharabah yang umum, yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Pada mudharabah muthlaqah, pemodal hanya menyerahkan modal dan pengelola memiliki kebebasan penuh dalam mengelola usaha. Namun, pembagian keuntungan sudah ditentukan sejak awal. Sedangkan pada mudharabah muqayyadah, pemodal memberikan modal dengan batasan wilayah operasional tertentu.
Pengelola harus bertanggung jawab atas amanah modal yang diterimanya sesuai dengan syariat. Jika akad mudharabah terhenti di tengah jalan, baik oleh pemodal atau pengelola karena pelanggaran kesepakatan, maka pihak yang dibatalkan akadnya berhak menerima ujrah (gaji) yang setara dengan standar umum.
Dalam kondisi akad mudharabah yang rusak (fasidah), pengelola memiliki hak atas ujrah mitsil sebagai kompensasi atas kerja kerasnya. Hal ini menunjukkan pentingnya penghargaan terhadap jerih payah seseorang dalam ekonomi syariah.
Risiko akad yang terhenti tidak berarti hilangnya hak penghargaan bagi pihak yang bekerja. Mencari nilai standar atas usaha yang dilakukan adalah bagian dari manajemen risiko untuk menghindari kerugian lebih besar. Dalam akad mudharabah, prinsip ini tetap berlaku sebagai bentuk perlindungan hak dan upaya menghargai kerja keras individu.