Pembayaran zakat merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama Islam. Salah satu cara umum yang dilakukan oleh masyarakat dalam membayar zakat adalah dengan memberikan harta yang dizakati secara langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Namun, ada juga yang memilih untuk membayar zakat dengan uang karena dianggap lebih praktis.
Menurut Imam Abu Hanifah, pembayaran zakat dengan menggunakan uang juga diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam haditsnya yang menunjukkan bahwa zakat harus diambil dari golongan kaya dan dibagikan kepada golongan fakir.
Namun, apakah pembayaran zakat dengan bentuk pembebasan utang kepada orang yang berhak menerima zakat yang memiliki tanggungan utang pada pihak yang berkewajiban membayar zakat diperbolehkan dalam syariat Islam? Para ulama berpendapat bahwa pembayaran zakat dalam bentuk pembebasan utang tidak sah karena tidak melibatkan serah terima barang atau harta seperti pada praktik pembayaran zakat yang sebenarnya.
Dalam hal ini, muzakki harus menerima terlebih dahulu pembayaran utang dari mustahiq, kemudian uang tersebut dapat diserahkan kembali kepada mustahiq dengan niatan sebagai pembayaran zakat. Jika tidak ada pensyaratan tertentu saat penyerahan harta zakat, maka pembayaran zakat dan pelunasan utang dapat dianggap sah.
Meskipun terdapat pendapat lain yang memperbolehkan pembayaran zakat dalam bentuk pembebasan utang tanpa serah terima, pendapat mayoritas ulama menolak praktik tersebut karena syarat-syarat tertentu harus dipenuhi untuk sahnya zakat.
Dalam menghadapi perbedaan pendapat ini, sebaiknya kita mengikuti pendapat mayoritas ulama karena lebih kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara agama.