Dalam praktik fiqih muamalah, konsep rekonsiliasi atau shuluh memegang peranan penting dalam menyelesaikan konflik antara dua pihak yang berselisih. Shuluh merupakan bentuk akad yang menghentikan permusuhan dan perselisihan, serta mengarah pada penyelesaian yang lebih baik bagi kedua belah pihak.
Allah SWT dalam Al-Qur’an menekankan pentingnya rekonsiliasi dalam hubungan suami istri. Ayat-ayat yang menyebutkan tentang shuluh selalu mengandung nuansa penyelesaian konflik kecil yang terjadi di antara keduanya. Dalam firman-Nya, Allah menunjukkan bahwa perdamaian adalah jalan terbaik untuk menghindari perselisihan yang berkepanjangan.
Dalam konteks fiqih muamalah, Imam Taqiyuddin Ibn Abu Bakar al Husny menjelaskan bahwa shuluh adalah akad yang menghentikan permusuhan antara pihak yang bersengketa. Contohnya, dalam transaksi perbankan, shuluh dapat diterapkan melalui pembayaran denda sebagai bentuk pendisiplinan terhadap nasabah yang terlambat membayar utang.
Namun, perlu diperhatikan siapa yang berhak menetapkan keputusan terkait lit ta’dib dalam akad shuluh. Meskipun garis besar syarat-syarat akad shuluh telah ditetapkan oleh Jam’iyah Nahdlatul Ulama, namun implementasinya dalam muamalah masih memerlukan diskusi lebih lanjut.
Dalam fiqih muamalah, praktik rekonsiliasi melalui akad shuluh memegang peranan penting dalam menciptakan kedamaian dan keadilan dalam bertransaksi. Dengan memahami prinsip-prinsip rekonsiliasi ini, diharapkan dapat tercipta hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang berselisih.