Di pasar modal, terdapat berbagai jenis efek yang diperdagangkan, mulai dari saham, obligasi, Efek Beragun Aset (EBA), Reksadana, Sukuk, hingga Dana Investasi Real Estate (DIRE). OJK (Otoritas Jasa Keuangan) menetapkan bahwa ada tujuh produk yang dapat diperdagangkan dengan menggunakan dua mekanisme berbeda, yaitu sistem lelang dan sistem langsung tawar-menawar.
Efek perdagangan melalui sistem lelang terjadi di pasar reguler tunai dan pasar reguler, sementara sistem langsung tawar-menawar berlangsung di pasar negosiasi. Sistem lelang menciptakan turunan lain seperti forex, swap, option, future, dan forward. Kecepatan transaksi dalam pasar reguler tunai dan pasar reguler mendorong aktivitas trading, di mana transaksi jual-beli efek dilakukan dalam jangka waktu pendek secara terus-menerus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan trading antara lain adalah pilihan efek yang dibeli dan tingkat risiko yang tinggi dibandingkan dengan investasi. Trading cenderung lebih spekulatif karena harga efek dapat berfluktuasi dengan cepat tanpa dapat diprediksi. Berbeda dengan investasi yang lebih stabil karena mengandalkan perusahaan dengan kinerja yang mapan.
Dalam trading, kecepatan dalam memanfaatkan peluang jual-beli menjadi kunci, sedangkan dalam investasi prinsip buy and hold lebih umum diterapkan. Analisis teknis perdagangan efek menjadi penting dalam kedua jenis perdagangan ini, dengan fokus pada pergerakan harga sebagai dasar analisis.
Perbedaan mendasar antara investasi dan trading terletak pada tingkat spekulasi yang tinggi dalam trading, yang sering kali dianggap mirip dengan praktik judi. Oleh karena itu, beberapa produk trading seperti forex, swap, option, future, dan forward dianggap haram menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.
Dalam konteks pemahaman lebih mendalam, perlu dilihat bagaimana perdagangan efek dapat memberikan manfaat atau risiko bagi pelaku pasar serta implikasinya dalam konteks ekonomi dan keuangan syariah.