Shalat witir merupakan salah satu shalat sunah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Kata “witir” sendiri berarti ganjil, sehingga shalat ini harus dilakukan dalam jumlah yang ganjil. Meskipun boleh dilaksanakan dalam satu rakaat, disarankan untuk melaksanakannya dalam tiga, lima, tujuh, sembilan, atau sebelas rakaat sebagai jumlah yang lebih utama.
Shalat witir sebaiknya tidak dilakukan secara berjamaah kecuali pada bulan Ramadhan. Dalam melaksanakan shalat witir, ada beberapa tata cara yang disarankan oleh sebagian ulama. Misalnya, bagi yang melaksanakan lebih dari tiga rakaat, disarankan untuk melakukan dua rakaat salam, kemudian dilanjutkan dengan satu rakaat. Namun demikian, melaksanakan tiga rakaat berturut-turut dinilai lebih utama daripada hanya satu rakaat.
Witir sebaiknya dilaksanakan sebagai penutup dari shalat malam. Disarankan untuk melaksanakannya setelah melakukan shalat sunah malam lainnya seperti tahajud, hajat, atau istikharah. Rasulullah saw juga memerintahkan umatnya untuk menjadikan shalat witir sebagai shalat malam terakhir.
Bagi yang khawatir tidak mampu melaksanakan witir di tengah atau akhir malam, disarankan untuk melakukannya setelah shalat Isya’ atau setelah shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan jumlah rakaat ganjil. Jika kemudian melaksanakan shalat malam lagi di tengah malam, disarankan untuk menutupnya dengan shalat witir dalam jumlah genap agar tetap terjaga keganjilannya.
Dalam melaksanakan shalat witir, disertakanlah niat sesuai dengan jumlah rakaat yang akan dilakukan. Selain itu, ada surah-surah yang disunahkan untuk dibaca dalam shalat witir sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Setelah melaksanakan shalat witir, disunahkan juga untuk membaca doa tertentu sesuai dengan hadist sahih. Dengan demikian, shalat witir menjadi penutup yang baik bagi ibadah malam umat Islam.
Catatan: Artikel ini pertama kali diterbitkan di NU Online pada Rabu, 20 Februari 2013 pukul 08:00.