Shalat adalah kewajiban yang tidak tergoyahkan bagi setiap individu Muslim, tanpa memandang ruang dan waktu. Namun, dalam realitas kehidupan, seringkali kondisi tertentu membuat pelaksanaan shalat menjadi sulit. Misalnya, ketika seseorang sedang dalam perjalanan, berada di atas perahu, atau bahkan di ruang angkasa untuk waktu yang cukup lama.
Fiqih mengajarkan konsep jamak shalat, yaitu melaksanakan dua jenis shalat yang berbeda dalam satu waktu tertentu karena adanya alasan-alasan khusus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kapan jamak shalat diperbolehkan.
Sebagian ulama hanya memperbolehkan jamak shalat bagi orang yang sedang bepergian jauh (musafir). Namun, ada pula ulama lain seperti Ibnu Sirrin, al-Qaffal, dan Abu Ishaq al-Marwazy yang membolehkan jamak shalat meskipun seseorang berada di rumah, jika kondisinya sangat sibuk dan jamak tersebut bukan menjadi kebiasaan. Contohnya adalah jamak shalat bagi pengantin baru yang sedang menjalani walimatul arusy dan selalu menerima tamu.
Dalam praktiknya, beberapa imam memperbolehkan jamak shalat di rumah untuk keperluan tertentu, namun tidak menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. Pendapat ini didukung oleh sejumlah nama ulama terkemuka di antaranya Ibnu Sirrin, Asyhab pengikut Imam Malik, al-Qaffal, As-Syasyi al-Kabir dari kalangan as-Syafi’I, dan Abu Ishaq al-Marwazi dari kalangan ahlul hadits.
Pengetahuan akan konsep jamak shalat ini penting untuk dapat menjalankan ibadah dengan benar dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari. Semoga pemahaman ini dapat memberikan panduan yang jelas bagi umat Muslim dalam menjalankan kewajiban beribadahnya.