Puasa Rajab telah menjadi perbincangan dalam literatur fiqih klasik. Para ulama hampir sepakat mengenai anjuran berpuasa di bulan Rajab, dengan dalil-dalil yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hadits sahabat Abdullah bin al-Harits al-Bahili, disebutkan anjuran berpuasa di bulan-bulan mulia, termasuk bulan Rajab.
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk kepada al-Bahili untuk tidak berpuasa Rajab secara terus-menerus, melainkan diberi jeda waktu. Bagi yang tidak mampu berpuasa penuh di bulan Rajab, seperti al-Bahili yang kondisinya melemah akibat puasa terus-menerus, disarankan untuk mengikuti petunjuk Nabi.
Namun, bagi yang mampu berpuasa penuh di bulan Rajab, hukumnya sunah untuk melakukannya. Ulama menegaskan bahwa anjuran Nabi untuk membuat jeda puasa Rajab hanya berlaku bagi orang yang tidak sanggup berpuasa penuh di bulan tersebut.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa hukum berpuasa penuh di bulan Rajab adalah sunah bagi orang yang kuat menjalankannya. Sedangkan bagi yang memiliki kendala kesehatan atau ketahanan fisik, dianjurkan berpuasa semampunya.
Dengan demikian, puasa Rajab merupakan amalan yang memiliki keutamaan tersendiri bagi umat Islam. Dalam menjalankan ibadah puasa ini, perlu memperhatikan kondisi fisik dan kesehatan masing-masing individu agar tetap menjaga keseimbangan dan kesehatan tubuh. Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas dan penuh keberkahan. Amin.