Salah satu hal yang dapat membatalkan shalat adalah berbicara selain ayat Al-Qur’an atau dzikir. Jika seseorang berbicara pada saat shalat dengan kata-kata yang terdiri dari huruf hijaiyah seperti “bar” atau satu huruf hijaiyah yang memiliki makna, seperti “qi”, maka shalatnya bisa menjadi batal. Rasulullah telah menjelaskan bahwa shalat tidak boleh mengandung perkataan manusia.
Menanggapi hal ini, para ulama Syafi’iyah memiliki perbedaan pendapat tentang apakah menangis saat shalat dapat membatalkan shalat seseorang. Menurut pendapat yang kuat, menangis termasuk sebagai jenis perkataan sehingga jika dari tangisan seseorang muncul dua huruf hijaiyah, maka shalatnya dianggap batal. Namun, jika tangisan hanya berupa tetesan air mata atau suara samar tanpa huruf hijaiyah, maka shalat tetap sah.
Pendapat lain menyatakan bahwa menangis bukan bagian dari jenis perkataan, sehingga shalat tetap sah meskipun seseorang menangis saat shalat. Perbedaan pandangan ini dijelaskan dalam kitab Hasyiyata al-Qulyubi wa ‘Umairah.
Selain itu, hukum menangis saat shalat juga berlaku meskipun tangisan disebabkan oleh hal-hal akhirat. Menurut kitab al-‘Iqna’, tertawa, menangis, merintih, mengerang, atau meniup dapat membatalkan shalat jika terdapat dua huruf atau lebih yang muncul dari perbuatan tersebut.
Namun, ada pengecualian jika tangisan terjadi secara tiba-tiba dan tanpa disadari oleh seseorang. Dalam keadaan seperti ini, shalat tetap dianggap sah jika huruf yang muncul dari tangisan tersebut hanya sedikit.
Dari perbedaan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa para ulama Syafi’iyah berbeda pendapat mengenai hukum menangis saat shalat. Pendapat yang kuat menyatakan bahwa menangis bisa membatalkan shalat jika terdapat huruf hijaiyah, sementara pendapat lain menyatakan bahwa menangis tidak membatalkan shalat. Kedua pendapat ini dapat diamalkan sesuai dengan keyakinan masing-masing individu.