Beberapa waktu belakangan, perbincangan mengenai fondasi ekonomi Indonesia dari sudut pandang Islami semakin marak. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, namun terdapat keraguan apakah ekonomi Indonesia sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa meski bank dan ekonomi syariah semakin berkembang di Indonesia, namun negara ini masih menempati posisi yang rendah dalam Indeks Keislaman Ekonomi. Bahkan, negara non-Muslim seperti Irlandia dan Denmark justru menduduki posisi lebih tinggi dalam indeks tersebut.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Apakah instrumen penelitian yang digunakan tidak relevan dengan ajaran Islam yang sebenarnya? Ataukah ada aspek lain yang belum tercakup dalam pengukuran keislaman ekonomi?
Sebuah pemikiran menarik muncul dari penelitian tersebut, di mana keberagamaan individu seharusnya menjadi faktor penentu utama dalam menjalankan prinsip ekonomi Islam. Seberapa jauh individu menghayati ajaran agamanya dapat tercermin dalam praktek ekonominya, seperti ketika bertransaksi atau bekerja.
Pendekatan lain yang diusulkan dalam mengevaluasi keislaman ekonomi adalah melalui analisis perilaku ekonomi individu, dampak agama dalam ekonomi suatu negara, dan konsistensi kebijakan ekonomi dengan prinsip-prinsip agama yang tertera dalam teks suci.
Dengan berbagai sudut pandang yang diusulkan, penting bagi kita untuk terus mengkaji dan memperbaiki fondasi ekonomi Indonesia agar lebih sejalan dengan ajaran Islam. Melalui pemahaman yang mendalam dan implementasi yang tepat, diharapkan Indonesia dapat lebih mendekati konsep ekonomi Islami sesungguhnya.