Dalam pelaksanaan shalat jamaah, seringkali kita melihat orang tua membawa anak-anak ke masjid untuk ikut shalat berjamaah. Tujuan dari hal ini adalah agar anak-anak terbiasa melaksanakan shalat berjamaah saat dewasa nanti. Selain itu, banyak juga anak-anak yang antusias pergi ke masjid sendirian atau bersama teman sebaya untuk shalat berjamaah.
Hal ini merupakan tradisi yang mendukung pembentukan perilaku positif pada anak-anak. Namun, penting untuk memperhatikan ketentuan syariat terkait posisi anak-anak dalam shaf saat shalat jamaah. Sebagian orang tua mungkin membiarkan anak-anak menempati shaf paling depan, meskipun masih ada orang dewasa di belakang mereka yang juga ikut shalat.
Anjuran syariat dalam penempatan makmum dalam shalat jamaah adalah dengan meletakkan makmum laki-laki dewasa di barisan paling depan, diikuti oleh anak-anak laki-laki yang belum baligh, kemudian khuntsa (orang berkelamin ganda), dan wanita. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga keteraturan dalam shaf agar pelaksanaan shalat jamaah menjadi sempurna.
Jika anak-anak mendahului orang dewasa dalam menempati shaf awal, maka mereka boleh menoccupy shaf tersebut, karena masih dianggap satu jenis dengan laki-laki dewasa yang telah baligh. Namun, jika shaf penuh dengan orang dewasa, maka anak-anak seharusnya menempati shaf berikutnya.
Melanggar ketentuan tertibnya shaf dalam shalat jamaah dapat dianggap sebagai perbuatan makruh. Hal ini juga berdampak pada hilangnya fadhilah jama’ah. Ada perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli terkait konsekuensi dari pelanggaran penempatan shaf oleh makmum. Namun, secara umum, sebaiknya anak-anak tidak ditempatkan di shaf awal agar tidak mengganggu keteraturan yang telah ditetapkan oleh syariat.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami ketentuan syariat terkait posisi anak-anak dalam shaf saat shalat jamaah agar ibadah kita bisa lebih teratur dan mendapatkan fadhilah yang maksimal.