Seorang Muslim dalam perjalanan hidupnya sering mengalami pasang surut dalam menjalankan kewajiban agama. Terutama bagi mereka yang jauh dari bimbingan ulama atau hidup dalam lingkungan yang islami namun belum mendapatkan hidayah untuk taat dalam melaksanakan kewajiban agama. Ada yang pada akhirnya, setelah bertahun-tahun, tidak melaksanakan shalat. Seiring berjalannya waktu, akhirnya ia menyadari dan menyesal atas kelalaian ini. Maka, ia mulai berinisiatif untuk kembali taat dalam menjalankan kewajiban agamanya, termasuk shalat.
Namun, muncul pertanyaan di benaknya, apakah shalat yang ditinggalkan selama bertahun-tahun itu tetap wajib untuk diqadha secara keseluruhan? Jumlah shalat yang terlalu banyak dan sulit untuk diketahui secara pasti. Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi seorang Muslim sejak baligh, maka wajib bagi mereka yang sudah baligh untuk melaksanakan shalat dan mengqadha shalat yang pernah ditinggalkan, meskipun penyebabnya adalah karena udzur.
Jika meninggalkan shalat karena udzur saja wajib untuk diqadha, maka shalat yang ditinggalkan dengan sengaja jelas lebih wajib untuk diqadha. Para ulama dari empat mazhab fiqih sepakat bahwa mengqadha shalat adalah suatu kewajiban. Meskipun ada pandangan lain dari Imam Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa mengqadha shalat bukanlah kewajiban, namun pandangan ini tidak dapat dijadikan pegangan karena berbeda dengan pandangan mayoritas ulama.
Jadi, mengqadha shalat sebanyak apapun jumlahnya adalah suatu kewajiban, meskipun shalat tersebut ditinggalkan selama bertahun-tahun. Jika seseorang tidak mengetahui jumlah pasti shalat yang pernah ia tinggalkan, ia disarankan untuk mengqadha shalat dengan jumlah yang ia yakini sesuai dengan jumlah shalat yang dulu pernah ia tinggalkan. Ini berdasarkan kaidah al-akhdz bi al-mutayaqqan.