Hijab dalam ilmu waris Islam mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk menerima bagian warisan yang seharusnya dapat diterimanya karena adanya ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan si almarhum. Dalam konteks ini, hijab dibagi menjadi dua jenis, yaitu hijab hirmân dan hijab nuqshân.
Hijab hirmân merujuk pada situasi di mana seseorang benar-benar tidak dapat menerima bagian waris secara keseluruhan, misalnya cucu laki-laki yang tidak bisa menerima warisan jika bersama dengan anak laki-laki si almarhum. Sementara hijab nuqshân terjadi saat seorang ahli waris terhalang untuk menerima bagian penuh dari warisannya karena adanya ahli waris lain.
Dalam ilmu waris, hanya enam ahli waris yang tidak terkena hijab hirmân, yaitu bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suami, dan istri. Sementara ahli waris lain dapat mengalami hijab secara mutlak. Contohnya adalah kakek yang terhalang jika bersamaan dengan bapak si almarhum, nenek jika bersamaan dengan ibu almarhum, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki jika bersamaan dengan anak laki-laki almarhum.
Selain itu, terdapat juga kasus di mana seseorang tidak dapat menerima warisan karena sifat tertentu yang dimilikinya, seperti orang yang membunuh si almarhum, orang kafir, dan budak. Mereka yang termasuk dalam kategori tersebut tidak berhak menerima warisan meskipun seharusnya menjadi ahli waris.
Penting untuk dipahami bahwa hijab dalam ilmu waris Islam memiliki aturan yang jelas dan kompleks yang menentukan siapa saja yang berhak menerima warisan dan dalam kondisi apa seseorang dapat terhalang untuk menerimanya. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman mendalam terkait hukum waris dalam Islam untuk menjaga keadilan dan ketentraman dalam pembagian harta warisan.
Dengan pemahaman yang baik mengenai hijab dalam ilmu waris, diharapkan kita dapat menghindari konflik dan ketidakadilan dalam proses pembagian harta warisan sesuai dengan ajaran Islam yang mengatur hal tersebut secara detail dan komprehensif.