Pada setiap Jumat, saat khatib akan naik ke atas mimbar untuk menyampaikan khutbah, kita seringkali mendengar pembacaan tarqiyyah oleh muraqqi atau bilal. Tradisi ini merupakan bagian yang umum terjadi sebelum khutbah dimulai. Namun, apakah tradisi ini disebut bid’ah dan bagaimana hukumnya?
Pertama-tama, perlu dipahami bacaan yang terkandung dalam tarqiyyah. Bacaan tersebut mengandung anjuran mendengarkan khutbah dengan seksama, larangan berbicara saat khutbah berlangsung, pembacaan shalawat kepada Nabi, dan doa untuk kaum muslimin dan muslimat. Isi kandungan tarqiyyah tersebut dianggap positif oleh mayoritas ulama.
Meskipun tradisi pembacaan tarqiyyah tidak pernah ada pada zaman Nabi dan tiga khalifah setelahnya, namun mengarah kepada hal yang positif. Mayoritas ulama menyatakan bahwa tradisi ini adalah bid’ah hasanah (positif) karena sesuai dengan anjuran umum dalam agama.
Beberapa ulama seperti Syekh Syihabuddin al-Qalyubi dan Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli menyatakan bahwa tradisi ini merupakan bid’ah yang baik karena mengandung hal-hal positif seperti anjuran membaca shalawat dan mengingatkan mukallaf untuk menjauhi perkataan yang tidak pantas saat khutbah.
Bahkan, menurut pandangan beberapa ulama, termasuk Syekh Ibnu Hajar, tradisi pembacaan tarqiyyah bukanlah bid’ah sama sekali, melainkan sunah. Mereka berpendapat bahwa tradisi ini memiliki dasar dalam hadits dan merupakan bagian yang baik untuk dilestarikan.
Dalam kesimpulannya, meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status bid’ahnya, namun mereka sepakat bahwa tradisi pembacaan tarqiyyah bukanlah hal yang tercela. Oleh karena itu, tradisi ini dapat terus dilakukan tanpa adanya larangan yang kuat.