Pada hari ini, tanggal 09 Juli 2024, perbincangan seputar konsep Lima Asas Perbankan Syariah kembali menjadi sorotan. Konsep ini mencakup Hifdhud Din dalam Fiqih Transaksi yang menjadi landasan utama bagi lembaga keuangan/perbankan syariah.
Menurut Al-Ghazaly, terdapat lima asas primer yang tidak dapat dipisahkan dari setiap agama dan penerapan syari’at, yaitu proteksi agama, penjagaan jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dari kelima asas ini, upaya dalam memprioritaskan proteksi agama lebih diutamakan, mengingat pentingnya menjaga esensi agama sebagai tujuan utama.
Dalam konteks Fiqih Transaksi, objek sasaran dari Hifdhud Din adalah menciptakan sistem perbankan yang bebas riba. Hal ini menuntut lembaga keuangan syariah untuk menghindari akad mudayyanah yang menjadi basis timbulnya riba. Sebagai gantinya, perbankan syariah harus fokus pada sistem zero riba, prinsip jual beli sesuai syari’at, dan kerjasama investasi modal.
Konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut merupakan bentuk nyata dari Hifdhud Din dalam Fiqih Transaksi. Jika ada produk baru yang melanggar prinsip-prinsip tersebut, maka perbankan syariah harus menolaknya secara tegas.
Dengan demikian, perbincangan seputar konsep Lima Asas Perbankan Syariah dan implementasinya dalam Fiqih Transaksi menjadi krusial dalam memastikan kepatuhan dan keberlanjutan lembaga keuangan/perbankan syariah di masa depan.