Dalam banyak hadis, disebutkan bahwa Rasulullah SAW sering berpuasa di bulan Sya’ban. Bulan ini dipercaya memiliki berbagai keutamaan dan peristiwa penting, termasuk malam nisfu Sya’ban yang dianggap istimewa dan penuh berkah. Malam tersebut diyakini sebagai malam pengampunan dan keberkahan.
Setelah malam nisfu Sya’ban, muncul pertanyaan apakah masih dianjurkan untuk melakukan puasa. Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Sebagian ulama mazhab Syafi’i mengatakan bahwa puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan kecuali dalam beberapa kasus tertentu. Namun, ulama lain membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa melakukannya.
Alasan di balik larangan puasa setelah nisfu Sya’ban antara lain karena hari itu dianggap ragu-ragu karena Ramadhan akan segera tiba. Ada juga kekhawatiran bahwa seseorang yang berpuasa setelah nisfu Sya’ban mungkin tidak sadar bahwa bulan Ramadhan telah dimulai. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa larangan ini bertujuan agar umat Islam dapat mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk puasa di bulan Ramadhan.
Meskipun terdapat larangan, beberapa ulama tetap memperbolehkan puasa sunnah bagi orang-orang yang biasa melakukannya, seperti puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, dan lainnya. Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai status hadis yang melarang puasa setelah nisfu Sya’ban, sehingga kebolehan puasa sunnah setelah nisfu Sya’ban menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Dengan demikian, meskipun terdapat perbedaan pendapat, umat Islam dianjurkan untuk tetap menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan keikhlasan sesuai dengan pemahaman masing-masing ulama. Semoga kita semua senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dalam menjalankan ibadah kita.