Setelah menjalani ibadah haji dan kembali ke rumah, jama’ah haji sering mengadakan tasyakuran yang dikenal sebagai walimatul naqi’ah. Walimah ini diadakan sebagai ungkapan syukur atas keselamatan orang yang baru kembali dari perjalanan haji. Bahkan, disunnahkan bagi orang yang telah menunaikan haji untuk mengadakan tasyakuran dengan menyembelih sapi atau unta.
Tradisi ini bukan hanya sekadar kebiasaan, melainkan juga memiliki nilai ibadah yang didasari oleh dalil yang jelas, sebagaimana terdapat dalam al-fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah:
“Disunnahkan bagi orang yang baru pulang dari haji untuk menyembelih seekor onta, sapi, atau kambing untuk diberikan kepada fakir, miskin, tetangga, dan saudara sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw.”
Anjuran ini berdasarkan hadits Rasulullah saw:
“Dari Jabir bin Abdullah ra., ketika Rasulullah saw tiba di Madinah setelah menunaikan haji, Beliau menyembelih kambing atau sapi.”
Tasyakuran haji juga merupakan wujud syukur atas segala karunia yang diberikan Allah swt kepada orang yang telah menunaikan haji atau mampu melunasi biaya haji. Oleh karena itu, tradisi walimatus safar dilakukan sebelum pemberangkatan.
Dalam konteks ini, penting bagi jama’ah haji untuk memahami makna dari tradisi tasyakuran haji serta melaksanakannya dengan penuh rasa syukur dan keikhlasan. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan keagamaan, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Allah swt dan solidaritas sosial kepada sesama.