Puasa, ibadah yang sederhana namun penuh makna. Dalam ibadah ini, terdapat dua hal utama yang harus dipenuhi, yaitu niat dan menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa.
Banyak orang berpendapat bahwa niat hanyalah formalitas dalam sebuah ibadah. Namun, niat memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keabsahan sebuah amal. Niat bukan hanya sekedar formalitas, melainkan juga menentukan arah dari ibadah yang kita lakukan. Kalimat “lillahi ta’ala” merupakan ungkapan ketundukan seorang hamba kepada Allah.
Dalam konteks puasa Ramadhan, niat harus diucapkan dalam hati dan dilakukan pada malam hari. Niat tersebut juga wajib mencakup kefarduan puasa, sebagai contoh: “Saya berniat untuk melakukan puasa fardhu bulan Ramadhan.” Niat ini menegaskan bahwa ibadah puasa dilakukan karena Allah semata.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa jika seseorang tidak membulatkan niat sebelum waktu fajar, maka puasanya tidak sah. Oleh karena itu, niat puasa seharusnya dibarengkan dengan waktu terbit fajar. Namun, jika sulit untuk membarengkan niat dengan waktu fajar, niat puasa boleh dimulai semenjak malam harinya. Penting untuk diingat bahwa jika niat baru dinyatakan setelah terbitnya fajar, puasa dianggap tidak sah, kecuali untuk puasa sunnah.
Adapun waktu mengucapkan niat untuk puasa sunnah dapat dilakukan setelah terbit fajar. Hal ini sesuai dengan hadits dari Aisyah RA yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW menyatakan sedang berpuasa setelah pagi hari.
Rukun kedua dalam puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Detail mengenai hal-hal yang membatalkan puasa akan dijelaskan pada tulisan selanjutnya.
Puasa, sebuah ibadah sederhana namun sarat makna. Dengan memperhatikan niat dan menjauhi hal-hal yang membatalkan puasa, kita dapat melaksanakan ibadah ini dengan tulus dan penuh keikhlasan. Semoga kita senantiasa diberikan kemampuan untuk menjalankan ibadah puasa dengan sempurna dan mendapatkan berkah dari-Nya.